RI Menang Mutlak di Forum Arbitrase Internasional Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID)
Setelah proses panjang selama kurang lebih 6 tahun, Pemerintah Republik Indonesia (RI) pada tanggal 19 Maret 2019 akhirnya sekali lagi memenangkan perkara gugatan dari para penggugat yaitu Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd terhadap RI di Forum Arbitrase Internasional Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID) di Washington D.C. Amerika Serikat. Kemenangan Pemerintah RI dalam forum ICSID terhadap Perkara No. ARB/12/14 and ARB/12/40 ini bersifat final berkekuatan hukum tetap, sehingga tidak ada lagi upaya hukum lain yang dapat dilakukan yang dapat dilakukan oleh Para penggugat. Dalam hal ini Komite ICSID yang terdiri dari Judge Dominique Hascher, Profesor Karl-Heinz Bockstiegel dan Profesor Jean Kalicki mengeluarkan putusan mengeluarkan putusan yang memenangkan RI dengan menolak semua permintaan annulment of the award yang diajukan oleh para penggugat.
Kasus ini berawal saat Para Penggugat menuduh Pemerintah RI yang dalam hal ini Bupati Kutai Timur telah melanggar perjanjian bilateral investasi (BIT) RI-UK dan RI-Australia dengan melakukan ekspropriasi tidak langsung (indirect expropriation) dan prinsip perlakuan yang adil dan seimbang (fair and equitable tretment) melalui pencabutan 4 Kuasa Pertambangan/Izin Usaha Pertambangan (KP/IUP Eksploitasi) anak perusahaan Para Penggugat Ridlatama seluas kurang lebih 350 km persegi di Kecamatan Busang oleh Bupati Kutai Timur pada tanggal 4 Mei 2010. Terhadap pelanggaran tersebut Para penggugat mengajukan gugatan sebesar USD 1,3 Milyar (lebih kurang Rp 18 triliun) atas dasar Para Penggugat beranggapan bahwa pelanggaran tersebut telah menimbulkan kerugian terhadap investasinya di Indonesia.
Pada 6 Desember 2016, Tribunal ICSID yang terdiri dari Profesor Gabrielle Kaufmann-Kohler, Michael Hwang SC dan Profesor Albert Van Den Berg menolak gugatan yang diajukan oleh Para Penggugat terhadap RI dan selanjutnya mengabulkan permintaan Pemerintah RI untuk mendapatkan penggantian biaya berperkara (award on costs) sebesar USD 9,4 juta.
Dalam jalannya persidangan yang kemudian ditegaskan dalam putusannya, Tribunal ICSID menerima argumen dan bukti-bukti termasuk keterangan ahli forensik yang diajukan oleh Pemerintah RI atas 34 dokumen palsu yang kemungkinan besar menggunakan mesin autopen diajukan oleh Para Penggugat dalam persidangan (termasuk izin pertambangan untuk tahap general survey dan eksplorasi) yang seolah-olah merupakan dokumen resmi/asli yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah pusat maupun daerah di Indonesia. Tribunal ICSID sepakat dengan argumentasi Pemerintah RI bahwa “investasi yang bertentangan dengan hukum tidak pantas mendapatkan perlindungan dalam hukum internasional”. Di samping itu Tribunal ICSID juga menemukan bahwa Para Penggugat tidak melakukan kewajiban untuk memeriksa mitra kerja lokalnya serta mengawasi dengan baik proses perizinannya (lack of diligence). Berdasarkan di antaranya hal tersebut, maka Tribunal ICSID menolak gugatan yang telah diajukan oleh Para Penggugat.
Atas penolakan tersebut, pada 31 Maret 2017 Para Penggugat mengajukan permohonan pembatalan putusan (annulment of award) berdasarkan Pasal 52 Convention on The Settlement of Investment Disputes between States Nationals of Other States (Konvensi ICSID) dengan argumentasi bahwa Tribunal ICSID dianggap telah melangkahi kewenangan (ultra vires), terjadi penyimpangan yang serius atas aturan prosedur yang mendasar dan putusan tersebut telah gagal meyatakan alasan yang menjadi dasar putusan. Disamping itu Para Penggugat juga meminta penghentian sementara pelaksanaan putusan Tribunal ICSID yang akan dilakukan oleh Pemerintah RI.
Menanggapi hal tersebut, Pemerintah RI meminta Komite ICSID untuk secara seksama mempelajari bentuk dan nilai jaminan yang ditawarkan tersebut, termasuk dengan mengajukan ahli hukum agraria dari RI sebagai saksi ahli serta meminta Komite ICSID untuk membatalkan penghentian sementara pelaksanaan putusan Tribunal ICSID.
Akhirnya setelah melalui proses panjang, pada tanggal 18 Maret 2019 Komite ICSID menegaskan Indonesia melalui sebuah putusan yang final dan berkekuatan hukum tetap.
Kemenangan ini adalah merupakan prestasi bagi Pemerintah RI yang dicapai melalui koordinasi, dukungan dan kerjasama dari instansi-instansi terkait. Dengan kemenangan ini RI terhindar dari tuntutan sebesar USD 1,3 Milyar (lebih kurang Rp 18 triliun) yang diajukan oleh Para Penggugat, mendapat penggantian biaya perkara sebesar USD 9,4 juta yang merupakan terbesar yang pernah diputus Tribunal ICSID, merupakan kemenangan pertama yang dicapai Pemerintah RI di Forum ICSID di Washington D.C. Amerika Serikat, sebagai bukti bahwa Lembaga Peradilan RI merupakan peradilan trasparan dan berkeadilan karena sebelumnya Para Penggugat pernah menempuh jalur hukum melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) hingga putusan kasasi Mahkamah Agung (MA), Pemerintah RI telah membuat perlakuan yang seimbang dan seimbang terhadap investor asing serta Pemerintah RI memiliki kedaulatan dalam bidang pertambangan.
Selama ini Para Penggugat selalu mempropagandakan secara negatif iklim invetasi di Indonesia dan berulangkali melakukan pendekatan kepada Pemerintah RI untuk melakukan perdamaian, akan tetapi Pemerintah RI dengan tegas menolak segala pendekatan dan tawaran-tawaran dari Para Penggugat. Berdasarkan putusan Tribunal ICSID, tidak terdapat satupun opini dari ketiga Arbiter Internasional yang meyatakan secara tegas adanya kesalahan ataupun penyimpangan yang dilakukan oleh RI. Pemerintah RI menyambut terbuka dan akan memberikan perlindungan hukum bagi semua investor asing di Indonesia.
sumber: Siaran Pers Kemenkumham RI