Presiden akan Keluarkan Inpres Percepatan Investasi

  Presiden akan Keluarkan Inpres Percepatan Investasi
  Selasa, 14 Februari 2006 07:45 WIB
Penulis: Kristantyo W Broto

JAKARTA--MIOL: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan segera mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) kepada departemen maupun instansi terkait untuk mengatasi kendala investasi di berbagai sektor.

"Masalah-masalah itu masih terus lanjut dibahas. Khususnya mengenai perbaikan iklim investasi yang merupakan satu paket yang terdiri dari berbagai aspek seperti investasi, perpajakan, perburuhaan, dan kepabeanan," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Boediono usai menghadiri pelantikan Panglima TNI di Istana Negara, Senin (13/2).

Menurut rencana, kata Menko, masalah-masalah kendala investasi itu akan dituangkan dalam bentuk Inpres. Nantinya setiap menteri dan departemen akan melaksanakan program tersebut sesuai perintah Inpres tersebut.

"Jadi ini tidak akan dilakukan serentak begitu diumumkan.

Tapi ini adalah paket untuk beberapa bulan mendatang," kata Boediono.

Dijelaskan mantan Menteri Keuangan di era Megawati Soekarnoputri itu, Inpres itu akan memuat kebijakan yang cukup detail dalam mengatasi hambatan investasi. Sebagai contoh, untuk program percepatan pengurusan arus barang pemerintah akan menetapkan target pengurangan masa pengurusan barang untuk sekian hari.

Mengenai jadwal penerbitan inpres itu, Menko Perekonomian mengatakan hal itu akan diupayakan segara. Disamping itu karena isi kebijakannya cukup maka pers juga bisa memonitor. "Karena itu merupakan dokumen publik," jelasnya.

Lebih lanjut, Boediono menjelaskan, isi dari kebijakan itu nantinya akan mencakup tenggat waktu pelaksanaan program, serta siapa menteri yang bertanggungjawab. Dengan demikian publik bisa memantau sehingga pelaksanaannya bisa lancar.

Menurut catatan Media Indonesia sejak paket insentif fiskal dan non-fiskal Oktober 2005 maupun paket harmonisasi tarif yang diterbitkan dua kali, belum juga merangsang investor untuk menanamkan modalnya secara signifikan ke Indonesia. Bahkan, berbagai proyek yang ditawarkan pada Infrastructure Summit I belum menarik banyak investor. Kalangan investor masih menunggu kebijakan investasi yang komprehensif dari pemerintah pusat maupun daerah untuk mendukung kegiatan usaha mereka.

Korporasi Indonesia

Mengenai keinginan membentuk Korporasi Indonesia (Indonesian Incorporated), Menko Perekonomian Boediono mengakui untuk mencapai hal itu koordinasi antara menteri perlu ditingkatkan begitu pula hubungan antara pemerintah dan bisnis.

Reaksi dari kelangan pengusaha ini muncul, kata dia, sebagai akibat seluruh pihak menghadapi suatu shock akibat kenaikan berbagai biaya menyusul kebijakan kenaikan harga BBM dan biaya listrik.

Untuk itu, Menko menghimbau kondisi sulit seperti ini

harus dihadapi dengan rasa tanggungjawab bersama. Karena ini merupakan beban bersama sehingga tidak bisa ditumpukan kepada suatu kelompok masyarakat saja. Semua pihak perlu duduk bersama mencari cara yang terbaik.

Sesuai dengan esensi dari korporasi Indonesia, menurut Menko sikap yang sewajarnya dalam menyikapi beban yang semakin berat ini, maka bagi pengusaha yang tidak mampu menanggung akan diperlakukan adil dan diberikan beban seringan mungkin. Sementara, bagi pengusaha yang mampu menanggung diberikan beban yang wajar.

"Ini soal pembagian beban saja agar tidak ada kesan pemerintah memberikan perlakuan khusus untuk pengusaha," papar Guru Besar Fakultas Ekonomi UGM itu.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengecam tindakan penolakan dan ancaman sejumlah pengusaha jika pemerintah tetap menaikkan TDL. Hal tersebut tidak sesuai dengan keinginan korporasi Indonesia untuk memajukan perekonomian nasional secara bersama.

Fahmi menuding di kalangan Kadin dan asosiasi pengusaha sendiri terjadi ambivalensi dalam menyikapi kenaikan TDL.

Ketua Umum Kadin MS Hidayat menyatajan pihak pengusaha masih mampu menoleransi kenaikan TDL hingga 20% sedangkan kelompok pengusaha dan asosiasi yang dipimpin Sofyan Wanand justru menentang kebijakan ini.

Dikatakan pendiri Kodel Group ini, tugas pengusaha bukan ancam mengancam tapi berunding. Menjalankan bisnis dengan baik ialah melakukan negosiasi Business to Business dengan pihak lain.

"Jadi kalau pihak pengusaha curiga dengan struktur biaya PLN maka PLN akan menjelaskan dalam negosiasi itu bukan dengan cara ancam mengancam," ujarnya. (Wis/Rdn/OL-06)

sumber: