Pasokan Batubara Sering Dipertanyakan (1)
Sumber daya batubara Indonesia (lignit s.d. antrasit) saat ini sebesar 90,4 milyar ton dan cadangan 18,7 milIar ton (proven dan probable). Produksi batubara Indonesia terutama dari Kalimantan Timur (55%) dan Kalimantan Selatan (40%). Saat ini dengan 36 PKP2B tahap produksi, realisasi produksi tahun 2007 lebih dari 201 juta ton. Dalam Perpres No 5 Tahun 2006, tentang kebijakan energi nasional dijelaskan bahwa pada tahun 2005 sumbangan batubara terhadap energy mix sebesar 15% dan akan meningkat menjadi 33% pada tahun 2025. Hal ini menegaskan peran strategis batubara dalam mencukupi pasokan energi nasional di masa yang akan datang.
Pada dasarnya dari sisi hulu (pasokan) untuk memenuhi kebutuhan PLTU batubara jumlahnya sangat mencukupi. Peristiwa kekurangan pasokan batubara untuk PLTU yang terjadi akibat gangguan cuaca baru-baru ini, perlu dicarikan solusi antara lain seperti peningkatan kapasitas stockpile di sisi hilir (PLTU) sehingga persediaan untuk bahan bakar PLTU menjadi lebih lama, katakanlah apabila sekarang hanya 2 minggu, seyogyanya menjadi 1 bulan atau lebih.
Pengamanan pasokan
Untuk mengamankan pasokan bahan bakar bagi pembangkitnya, PLN meminta pemerintah mengupayakan jaminan stok batu bara. Menurut Direktur Utama PT PLN (Persero) Eddie Widiono, pemerintah perlu mengupayakan jaminan stok batu bara dalam negeri. Jaminan tersebut diperlukan untuk kebutuhan pembangkit listrik. Apalagi ke depan ada sejumlah pembangkit listrik baru dengan daya 10.000 MW.
Selama ini, kata Eddie, pembangkit listrik PLN berbahan bakar batu bara belum didukung dengan pasokan batu bara yang memadai. Dari pemegang PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara) hanya 8 perusahaan yang menjual hasil produksinya ke PLN.
Bagaimana sebenarnya?
Pemerintah pada dasarnya telah menerapkan kebijakan pengutamaaan kebutuhan domestik batubara, dimana hal tersebut memang tercantum di dalam kontrak PKP2B khususnya. Namun demikian perlu dimaklumi bahwa selain PKP2B juga ada KP yang biasanya dengan skala lebih kecil namun memiliki skema kewajiban khususnya terkait PNBP yang berbeda.
Pada PKP2B sesuai Keppres 75/1996 mereka diwajibkan untuk memberikan DHPB sebesar 13,5% (termasuk royalty) sementara KP dengan kualias rendah hanya diwajibkan untuk membayar royalty sebesar 3% sesuai PP 75/2001. Untuk itu ke-depan dalam rangka mendorong penggunaan batubara peringkat rendah pemerintah mengusulkan rancangan Peraturan Presiden tentang Perubahan Keppres 75/1996 tentang Ketentuan Pokok PKP2B. Dalam rancangan Perpres tersebut antara lain akan diusulkan bahwa DHPB batubara dengan kulitas 4600-5100 kkal/kg adalah sebesar 9% dan dibawah 4700 kkal/kg sebesar 7,5%. (edpraso)
sumber: