NTPC India pesan 2 juta ton batu bara

JAKARTA (Bisnis): NTPC India menyatakan komitmennya untuk mengimpor sekitar dua juta ton batu bara grade tinggi dari Indonesia, sementara pemerintah optimistis realisasi ekspor bahan bakar tersebut ke negara tujuan utama tidak banyak kesulitan.
Laporan Atase Perindustrian dan Perdagangan KBRI di India mengungkapkan komitmen impor batu bara sebanyak itu akan digunakan oleh NTPC (National Thermal Power Corporation) untuk bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di tiga kota di India.

"[NTPC] Akan mengopersikan super thermal station di Farakha, Simahadri, dan Talcher dengan batu bara dari Indonesia," tulis laporan itu.

Atase Perindag KBRI menjelaskan impor sekitar dua juta ton batu bara dari Indonesia tadi akan direalisasikan NTPC pada tahun fiskal 2005-2006. "Pemasokan batu bara grade premium pesanan NTPC tersebut akan dilakukan oleh sebuah perusahaan [broker] berbasis di Singapura yang mewakili pertambangan batu bara di Indonesia."

Kebutuhan batu bara NTPC hingga kini diketahui mengandalkan sepenuhnya pasokan dari dua perusahaan domestik yakni Coal India dan Singareni Colleries.

Dengan pasokan bahan bakar dari dua perusahaan lokal tadi, NTPC mengoperasikan 13 unit PLTU di negara berpenduduk terbesar kedua di dunia itu.

Tak kesulitan

Menanggapi meningkatkan permintaan pasar Asia terhadap batu bara dari Indonesia, Direktur Pengusahaan Mineral dan Batubara pada Ditjen Geologi dan Sumber Daya Mineral Mahyudin Lubis menyatakan Indonesia tidak akan banyak menemukan kesulitan untuk merealisasikan ekspor komoditas tersebut.

"Sebab sebagian besar produksi batu bara nasional dialokasikan untuk kebutuhan pasar ekspor. Khususnya ke negara tujuan utama seperti Filipina, Korsel, Thailand, India, dan Malaysia," paparnya.

Bahkan, menurut dia, membaiknya harga batu bara di pasar internasional saat ini membuat produksi nasional diprioritaskan dijual ke pasar ekspor.

"Prioritas [memenuhi] pasar ekspor karena saat ini harga batu bara berkisar US$25-US$32 per ton. Bahkan, batu bara produksi PT Kaltim Prima Coal harganya telah mencapai US$50 per ton."

Di tengah situasi pasokan batu bara yang sedang mengetat saat ini, Mahyudin berkeyakinan konsumen batu bara di Asia-khususnya India dan Jepang-akan lebih memilih produksi Indonesia karena perimbangan tingkat biaya angkut lebih murah.

Biaya pengangkutan batu bara, lanjutnya, bahkan bisa menjadi lebih dari dua kali lipat-dengan variasi biaya angkut terdapat perbedaan US$6-US$8 per ton-jika dikirimkan oleh Australia dibandingkan dengan Indonesia.

Dengan kendala prasarana dan biaya angkut yang lebih tinggi pada kompetitor dari negara lain, menurut dia, seharusnya menjadi peluang bagi produsen batu bara nasional untuk proaktif mengambil pangsa pasar yang telah terbuka ini. (if)

sumber: