Nilai saham KPC jegal investor baru?
Tradisi jual beli di manapun itu, dan apapun komoditas barang dagangannya pada akhirnya hanya berakhir pada dua hal. Pertama, semua tersenyum senang karena ada kesepakatan harga, atau kedua, baik calon pembeli atau penjual saling menebar muka masam ditambah dengan sedikit omelan akibat ketidakcocokan harga.
Belum lama ini, proses awal tradisi jual beli-dalam hal ini adalah jual beli saham-terjadi di kalangan industri tambang batu bara. Pada 30 Juli 2004, presdir perusahaan tambang yang bermarkas di Sangatta, Kalimatan Timur yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) menyerahkan hasil evaluasi harga saham perusahaannya kepada pemerintah.
Surat yang dilayangkan kepada pemerintah tersebut menyebutkan bahwa harga yang pantas untuk penjualan 100% saham PT KPC sebesar US$1,978 miliar. Keluarnya evaluasi harga sebesar US$1,978 miliar ini jelas membuat banyak tanggapan pro dan kontrak di khalayak.
Pihak pro, mengatakan bahwa proses penentuan harga merupakan hak dari calon penjual yakni manajemen PT KPC. Jelas sebagai penjual untuk mendapatkan untung adalah hal yang wajar. Namun demikian, pihak yang kontra berargumen harga yang ditawarkan harus wajar dan sepenuhnya untuk kepentingan pihak Indonesia yang akan membeli saham. Dan kalaupun ingin mencari untung jangan terlalu bernafsu.
Hal ini berkaitan bahwa proses divestasi saham perusahaan tambang bertujuan untuk sebesar-besarnya kepentingan nasional mengingat yang membeli adalah peserta Indonesia.
Merujuk pada PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) PT KPC jelas disebutkan pada Pasal 26 bahwa harga saham yang diberikan berdasarkan penilaian terhadap proyeksi penjualan, pendapatan dan dividen di masa datang dan penilaian mereka akan tingkat keuntungan yang wajar telah memperhitungkan risiko yang terkait dengan pendapatan dan dividen di masa datang.
Sulit diterima
Harga wajar? Jelas, hal ini yang utama. Berkaitan dengan penawaran saham PT KPC untuk basis harga 100% senilai US$1,978 miliar tersebut, banyak yang menyatakan bahwa harga tersebut terlalu fantastis cenderung mengawang-awang.
Alasannya jelas, PT KPC diakuisisi oleh PT Bumi Resources Tbk dari pemilik lama yakni Rio Tinto dan BP untuk 100% saham hanya dengan harga US$500 juta. Jika dibandingkan dengan harga yang diusung oleh manajemen PT KPC sekarang yang mencapai US$1,978 tersebut jelas tidak masuk diakal.
Belum lama ini mencuat di kalangan praktisi tambang bahwa harga wajar untuk 100% saham PT KPC hanya sekitar US$500 juta sampai US$550 juta. Bahkan ada pendapat yang menyatakan bahwa harga tertinggi untuk saham yang didivestasikan sebesar US$822 juta.
Harga sebesar US$822 juta ini ditetapkan untuk 100% saham PT KPC pada masa penawaran 2003, ketika perusahaan batu bara ini masih dikuasai sahamnya oleh Rio Tinto dan BP.
Sedikit menyegarkan ingatan kita, tercapainya kesepakatan harga saham sebesar US$822 juta antara pemerintah dan kontraktor sedikit penuh ketegangan. Perundingan mengenai penentuan harga saham pada waktu itu bahkan sempat diwarnai dengan isu semangat nasionalisme dan keserakahan asing yang ingin mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari Indonesia.
Pada 1 Mei 2001 sampai 19 Desember 2001, manajemen PT KPC menyampaikan kepada pemerintah bahwa harga 100% sebesar US$889 juta. Dari hasil kajian pemerintah sendiri menyatakan bahwa harga tersebut sangat mahal, dan menilai bahwa harga saham yang wajar untuk didivestasikan hanya sebesar US$625 juta.
Negosiasi antara pemerintah dan kontraktor yang sangat alot dan menghabiskan energi itu, memakan waktu hampir satu setengah tahun. Baru pada 6 Maret 2002 tercapai kesepakatan bahwa harga untuk 100% saham sebesar US$822 juta.
Merujuk dengan kasus penawaran saham sebelumnya, jelas bahwa harga saham yang ditawarkan oleh manajemen PT KPC saat ini terlalu tinggi. Kuasa hukum Pemprov Kaltim P.D.D. Dermawan bahkan berpendapat harga saham sebesar US$1,978 miliar ini hanya sebagai alat agar tidak ada orang, perusahaan, atau peserta Indonesia yang akan membeli.
Dengan demikian, saham tersebut mutlak akan tetap dimiliki oleh PT Bumi Resources sebagai pemilik saham.
"Jelas walaupun pemilik PT KPC sudah dimiliki oleh nasional, tapi mereka sama sekali tidak mempunyai niat baik untuk mendivestasikan saham sama seperti pemilik PT KPC sebelumnya," tegasnya.
Pendapat dari Kuasa Hukum Pemprov Kaltim tersebut dikuatkan oleh mantan analis PT BNI Securities Norico Gaman baru-baru ini. Dari hasil analisa diprediksikan bahwa PT Bumi Resources Tbk mempunyai peluang besar menguasai 95% saham PT KPC.
Hal tersebut atas asumsi bahwa penyediaan dana untuk membeli saham 32,4% saham sangat sulit. Dari penjelasan Norico, dengan asumsi penilaian harga 100% saham KPC pada masa penawaran 2003 sebesar US$822 juta pada 2003, pemerintah masih harus mengeluarkan dana sebesar US$412 juta.
Sedangkan kemungkinan pemerintah untuk mengakuisisi dengan mengambil dana dari APBN jelas tidak mungkin. Hal yang sama terjadi juga dengan daerah yang juga mendapatkan alokasi saham dari pemerintah untuk diakuisisi.
Dievaluasi
Sementara itu, tim dari pemerintah saat ini tengah melakukan evaluasi atas harga yang diajukan oleh manajemen PT KPC. Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral (GSDM) pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Simon Felix Sembiring bahkan menegaskan jika harga sebesar US$1,978 miliar tersebut berdasarkan kenaikan harga batu bara di pasar internasional, maka tidak dapat dijadikan komponen penentuan harga saham.
Menurut Simon, harga batu bara di pasar internasional sangat berfluktuasi. Dengan demikian perhitungan harga saham dunia tidak dapat menjadi komponen utama untuk menetapkan harga.
Tingginya harga saham yang ditawarkan oleh manajemen PT KPC ini akhirnya membuat tim pemerintah menjadwalkan akan memanggil tim dari perusahaan untuk mengklarifikasi komponen apa saja yang membuat 100% harga saham PT KPC ditetapkan sebesar US$1,978 miliar.
Memang benar penjual selalu mempunyai hak untuk menetapkan harga atas barang dagangan yang akan dijualnya. Toh, dengan harga wajar pun pembeli masih dapat meraih untung.
Baiknya memang harga yang ditetapkan sesuai dengan batas kewajaran. Dalam kasus divestasi saham PT KPC, penetapan harga saham ada dua hal yang perlu ditekankan, pertama, penetapan harga yang wajar, dan kedua, moral, hal ini berkaitan dengan pembeli yang merupakan peserta Indonesia.
Hal ini sesuai dengan tujuan divestasi dalam PKP2B, yakni ditujukan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan negara dan rakyat Indonesia.
Diena Lestari