Freeport Bangun Dua Lapangan Terbang

Freeport Bangun Dua Lapangan Terbang
Kamis, 6 Maret 2008 | 07:23 WIB

TSINGA, KAMIS - PT Freeport Indonesia (PTFI) yang beroperasi di Kabupaten Mimika, Papua  membangun dua lapangan terbang (Lapter). Diharapkan langkah ini bisa membuka keterisolasian dan pemberdayaan masyarakat yang bermukim di kampung-kampung terisolasi sekitar areal pertambangan yang hingga kini tidak dapat dijangkau dengan kendaraan darat.
    
"Kepedulian PTFI itu dibuktikan dengan pembangunan dua buah Lapter di dataran tinggi Mimika yaitu Lapter Mulu Tsinga yang dikerjakan sejak Juni 2007 dan Lapter Ombani Aroanop yang akan dikerjakan mulai Agustus mendatang," kata Pimpinan Proyek Tiga Desa Commition Liation Office (CLO) PTFI, Pieter Titihalawa di Tsinga,Rabu (5/3).
    
Kampung Tsinga dan Aroanop dan beberapa kampung lain di sekitarnya selama ini merupakan daerah terisolir yang hanya bisa dijangkau dengan transportasi udara (helicopter).
        
PTFI membangun Lapter di dua kampung itu semata-mata untuk menjawab harapan dan keinginan masyarakat untuk mempermudah akses mereka dengan dunia luar.
    
Kedua Lapter yang memiliki panjang 500 meter dan panjang landas pacu 400 meter serta lebar 30 meter tersebut nantinya dapat didarati pesawat perintis jenis Twin Otter dan Pilatus Porter. Pengerjaan Lapter Mulu Tsinga yang berada pada ketinggian 1900-an meter di atas permukaan laut sudah mencapai 80 persen dan diprediksi akan rampung hingga akhir tahun 2008.  
    
Tidak  jauh dari Lapter Mulu Tsinga, di sebelah utara berdiri tegak deretan puncak Cartenz, salah satu dari tujuh puncak tertinggi di dunia yang memiliki ketinggian 5.000 meter di atas permukaan laut.
         
Puncak Cartenz merupakan satu-satunya puncak di daerah tropis yang selalu ditutupi salju abadi atau dalam bahasa daerah setempat disebut ’Nemangkawi’.
    
Menurut Titihalawa, untuk membangun sebuah Lapter di wilayah dataran tinggi Mimika dengan topografi yang bergunung-gunung dan ngarai yang sangat curam membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan keberanian.
    
"Kami sudah melakukan survei tempat yang cocok untuk pembangunan Lapter, namun di Tsinga dan Aroanop tidak ada dataran rendah sehingga terpaksa dilakukan cut and fill (potong dan timbun) gunung," jelas Titihalawa.
    
Dalam pembangunan Lapter Tsinga dan Aroanop, PTFI berkoordinasi dengan jajaran Dinas Perhubungan Kabupaten Mimika untuk mendisign konstruksi Lapter sekaligus rekomendasi hukumnya.
    
Selain akan mempermudah akses masyarakat sekitar ke dunia luar, keberadaan Lapter Tsinga juga diharapkan dapat mendorong arus wisatawan ke Mimika terutama para pencinta alam/pendaki gunung lantaran jarak Kampung Tsinga dengan Puncak Cartenz cukup dekat dibandingkan dari Ilaga atau Wamena yang selama ini dijadikan jalur resmi pendakian ke Puncak Cartenz.
    
"Tahun ini kami merencanakan untuk membuka kegiatan pendakian ke Puncak Cartenz dari arah selatan yang belum pernah diuji-coba," tambah Titihalawa.
    
Sebelum mendaki Puncak Cartenz, para wisatawan terlebih dahulu disuguhi pemandangan indah air terjun dan tempat pemandian air panas di sekitar Kampung Tsinga.
    
Potensi lain yang terdapat di Kampung Tsinga yakni pertanian. Di wilayah yang suhu udaranya sangat dingin dan bisa mencapai titik 5 derajat celcius pada malam hari itu kaya akan kopi, sayur-sayuran dan umbi-umbian.
    
Penduduk yang bermukim di Tsinga dan beberapa kampung sekitarnya merupakan suku Amungme dengan jumlah lebih dari 1000 jiwa yang menempati beberapa kampung yang baru dimekarkan seperti Bibilabak, Doligogin, Beanegogon, Jongkohoma, Miniponogoma, Mbitimbet, Ulibugatki dan Bengongin.
    
Beberapa warga Tsinga yang ditemui mengaku sangat senang atas prakarsa PTFI membuka Lapter di wilayah mereka.  "Kami senang sekali karena Freeport bangun lapangan terbang di Tsinga. Selama ini masyarakat tidak bisa ke mana-mana karena tidak ada transportasi," kata Temmy Kum.

Warga lainnya, Samuel Kum mengatakan warga setempat selama ini selalu menggunakan jalan tikus melewati gunung, jurang, tebing dan sungai untuk mencapai kampung tetangga dan kota Tembagapura.
"Kalau ke Tembagapura kami harus jalan kaki selama satu atau dua hari baru sampai di sana. Kami sangat berterima kasih atas perhatian yang begitu besar dari Freeport," ujar Samuel Kum.

Proyek pembangunan Lapter di Tsinga dan Aroanop merupakan bagian dari proyek Tiga Desa PTFI untuk membangun sarana dan prasarana umum di wilayah tiga kampung yang berdekatan dengan lokasi tambang yaitu Kampung Waa-Banti, Tsinga dan Aroanop.

Proyek tersebut dimulai sejak tahun 2001 dan akan berakhir hingga 2010 mendatang. Sejumlah fasilitas yang telah dibangun PTFI di tiga kampung tersebut berupa 700 unit rumah penduduk gereja, puskesmas, jembatan gantung, toko, koperasi, ruang serba guna, gedung sekolah, perumahan guru, perumahan para medis, pasar rakyat, sarana penerangan dan lain-lain.
    
Dalam waktu dekat, PTFI juga akan membangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) berkekuatan 240 Kilo Watt di Kampung Banti. (ANT)

sumber: