Produk Dalam Negeri Tak Kalah Dengan Produk Luar Negeri

Jakarta - Dalam kegiatan operasi penambangan, masih banyak ditemukan perusahaan pertambangan yang belum sepenuhnya menggunakan produk dalam negeri. Hal ini dikemukakan M S Marpaung, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral, Batubara, dan Panasbumi, dalam sambutan acara seminar Peningkatan Produksi Dalam Negeri Pendukung Usaha Pertambangan, di Birawa Assembly Hall, Hotel Bumikarsa, Jakarta.

Pemerintah, ujar Marpaung, mengharapkan, perusahaan pertambangan dapat menjadi prime mover bagi pertumbuhan perekonomian nasional. Caranya adalah dengan menggunakan produk lokal. Dengan menggunakan produki lokal, di satu sisi dapat meningkatkan kemampuan pengusaha lokal untuk bersaing di pasar global, di sisi lain dapat menciptakan lapangan kerja. Hanya saja, Marpaung, mengingatkan kepada para pengusaha industri pendukung usaha pertambangan untuk memperhatikan tiga hal, yaitu harga yang kompetitif, kualitas produk, dan ketepatan waktu dalam penyerahan/pengiriman barang. “Terkadang tiga hal ini diabaikan oleh pengusaha lokal sehingga mereka kalah bersaing dengan pengusahaan dari luar negeri”, ujar Marpaung.

Diakui Marpaung, masih ada beberapa jenis barang yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Namun demikian hal ini sebetulnya tidak menghilangkan kesempatan bagi pengusaha lokal untuk ikut berperan dalam menyediakan barang-barang tersebut. “Bisa saja barangnya tetap dari luar negeri tapi perusahaan pertambangan membeli barang tersebut dari pengusaha lokal. Caranya dengan membebaskan bea masuk (duty free). Sayang, usualan ini belum bisa diterima oleh Departemen Keuangan sehingga untuk barang-barang yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri, perusahaan pertambangan langsung berhubungan dengan produsen atau supplier asal luar negeri”, jelas Marpaung.

Dalam seminar hari pertama ini, dipaparkan komposisi pembelian barang dan jasa dari dalam negeri dan luar negeri dari tujuh perusahaan pertambangan, antara lain: PT Kaltim Prima Coal, PT Kideco Jaya Agung, PT Arutmin Indonesia, PT INCO Tbk, PT Freeport Indonesia, dan PT Newmont Nusa Tenggara, Dari pemaparan ketujuh perusahaan pertambangan ini, hanya PT Freeport Indonesia yang masih banyak melakukan pembelian barang dari luar negeri sekalipun angka pembelian barang asal domestik dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada 2002, tercatat pembelian barang asal domestik di PT Freeport Indonesia mencapai USD 60 juta, 2003, USD 76 juta, 2004 USD 81 juta, 2004, USD 81 juta, 2005, USD 97 juta, 2006, USD 131 juta, dan 2007 hingga Agustus USD 90 juta. Pada 2007 hingga Agustus, pembelian barang asal luar negeri di PT Freeport Indonesia mencapai USD 437 juta.

Sebagai perbandingan, pembelian barang asal domestik dan luar negeri di PT Newmont Nusa Tenggara, sejak 2002, selalu lebih besar pembelian barang asal domestik. Misalnya pada 2006, pembelian barang asal luar negeri sebesar USD 173 juta sedangkan pembelian barang asal domestik mencapai USD 240 juta. Demikian halnya dengan PT KPC, pembelian barang asal domestik lebih besar ketimbang pembelian barang asal luar negeri. Begitu pula dengan PT Arutmin Indonesia, PT Kideco Jaya Agung. Sedangkan untuk PT INCO Tbk, perbandingan antara pembelian barang asal domestik dan luar negeri, gap nya tidak terlalu mencolok sekali pun mash lebih besar pembelian barang asal luar negeri. (MNC-8)

sumber: