Tim PPNS Ditjen Minerba Selidiki Tambang Tanpa Izin di Langkat, Sumut


Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (PPNS Ditjen Minerba) melakukan penyelidikan terhadap penambangan tanpa izin di Dusun l Desa Bekulap, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. (24/10).

Tim yang dipimpin Sekretaris PPNS Ditjen Minerbaye, Sulistiyohadi, menindaklanjuti laporan masyarakat tentang tindakan yang menghalangi aktifitas badan usaha yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), sehingga tidak bisa menjual materialnya. Tim ternyata menemukan adanya aktifitas penambangan tanpa izin, yang diduga sudah berjalan lama di lokasi tersebut

Sulistyohadi menjelaskan, “Setelah pengecekan, ternyata ditemukan kasus lain berupa kegiatan penambangan tanpa izin, yang berjarak 200 meter dari lokasi penambangan pemilik IUP".  

Saat melakukan pemeriksaan di lokasi, sudah tidak dijumpai para pelaku penambangan. Tim PPNS Ditjen Minerba hanya menemukan peralatan pertambangan, dump truk, excavator, bekas aktifitas, hasil penyaringan batuan dan pasir, serta hasil pengolahannya. Jika dilihat dari bekas yang ada serta barang bukti, penambangan tanpa izin tersebut sudah berlangsung lebih dari satu tahun.

Tim PPNS Ditjen Minerba langsung melakukan penindakan di lokasi penambangan ilegal dimaksud, dengan memasang papan larangan di tiga titik. Pemasangan papan larangan merupakan upaya preventif terhadap penindakan, karena terdapat barang bukti.

“Jika upaya penambangan tersebut masih terus dilakukan dan dilanggar, maka akan ditindaklanjuti dengan penyelidikan dan penyidikan oleh PPNS Mineral dan Pertambangan," tegas Sulistiyohadi. 

Sulistyohadi menghimbau kepada pemilik aktifitas penambangan tanpa izin tersebut agar segera mengurus perizinan penambangan pasir dan batuan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Perizinan komoditi pasir batuan sudah didelegasikan ke pemerintah provinsi setempat.

Sulistyohadi menegaskan pemerintah dirugikan dua kali bila terdapat penambangan tanpa izin. Kerugian pertama karena hilangnya cadangan sumber daya pasir sirtu, kehilangan material sirt, serta pajak yang seharusnya disetorkan ke negara. Yang tidak kalah penting adalah kerugian akibat pencemaran atau kerusakan lingkungan.

“Ada dua pelanggaran pidana terhadap Undang-Undang Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009, yakni pencemaran dan pidana karena kerusakan Lingkungan”, pungkas Sulistyohadi.  (S/ER)

sumber: Humas Minerba/DBT