Terdakwa PETI Emas di Ketapang Dituntut Hukuman 5 Tahun dan Denda 50 Miliar

Setelah melalui 13 persidangan, terdakwa penambangan emas tanpa izin di Ketapang (YH) dituntut hukuman lima tahun penjara dan dena 50 miliar, subsidair enam bulan kurungan pada sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Ketapang, Kalimantan Barat (30/9).
Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Ketapang, Kalimantan Barat menyatakan terdakwa YH telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah ,melakukan tindak pidana melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, melanggar pidana Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Terdakwa juga dituntut pidana penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp.50.000.000.000,00,-(lima puluh miliar rupiah). Apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan kurungan selama enam bulan, dikurangi masa penangkapan dan/atau penahanan yang telah dijalani. Terdakwa akan tetap ditahan selama masa persidangan.
Tim JPU Kejaksaan Negeri Ketapang adalah Ketua dari Penuntut Umum Pidana Umum Kejaksaan Agung, Mahendra D dan Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Ketapang, Wara Endrini.
Kegiatan penambangan illegal dalam tunnel (underground mining) yang dilakukan terdakwa menggunakan metode peledakan untuk memberaikan batuan bijih emas dan alat-alat berat. Batuan tersebut diolah dan dimurnikan di dalam tanah menggunakan merkuri.
Penggunaan merkuri untuk pengolahan emas sangat berbahaya bagi lingkungan. Bila merkuri telah terbuang ke lingkungan baik ke media air, tanah, maupun ke udara, yang akan terkena dampaknya adalah makhluk hidup yang ada di sekitarnya, mulai dari tanaman, ataupun biota seperti ikan sebagai rantai makanan, dan akhirnya akan dikonsumsi oleh manusia.
Pelaku melakukan aksinya dengan memanfaatkan lubang tambang atau tunnel pada wilayah tambang yang berizin yang seharusnya dilakukan pemeliharaan, namun justru dimanfaatkan penambangannya secara ilegal. Setelah dilakukan pemurnian, hasil emas dibawa keluar dari terowongan tersebut dan kemudian dijual dalam bentuk bullion emas.
Akibat penambangan illegal ini negara mengalami kerugian mencapai Rp.1,020 triliun. Kerugian tersebut berasal dari hilangnya cadangan yang mengandung emas sebanyak 774,27 kg, dan perak sebanyak 937,7 kg. (S/ER)