Penguatan RPMBN 2022 - 2027 sebagai Pedoman Pengelolaan Minerba secara Nasional



Sinergi antara pemerintah pusat dan daerah yang menghasilkan petunjuk teknis sesuai kewenangan sangat diperlukan, agar dokumen Rencana Pengelolaan Mineral dan Batubara (RPMBN) Tahun 2022-2027 dapat menjadi pedoman pengelolaan mineral dan batubara secara nasional dan berkelanjutan. 

Saat membuka acara “Koordinasi Penguatan RPMBN tahun 2022-2027 di Bogor pada Selasa (20/6), Plt. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Muhammad Wafid menjelaskan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022, sebagian kewenangan pemerintah pusat didelegasikan kepada pemerintah provinsi termasuk  kewenangan melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan perizinan yang didelegasikan. Meskipun pendelegasian izin kepada pemerintah provinsi sebatas komoditas mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu dan batuan, namun pemerintah provinsi tetap berperan signifikan dalam mendukung pencapaian target nasional pada sub sektor mineral dan batubara. 

Wafid menguraikan, “Target tersebut di antaranya penerimaan negara, realisasi investasi, kemandirian energi dan ketahanan energi, pemenuhan kebutuhan komoditas di dalam negeri,  peningkatan nilai tambah, dan pemulihan lahan bekas tambang”. 

Staf Ahli Menteri Bidang Kewilayahan dan Lingkungan Hidup ESDM ini memahami bahwa pemerintah provinsi justru yang berhadapan langsung dengan dampak kegiatan penambangan. Oleh karena itu, Kementerian ESDM mengharapkan usulan dan masukan rencana aksi pengelolaan mineral dan batubara dari Dinas ESDM seluruh Indonesia, terhadap dokumen yang merupakan amanat dari UU Nomor 3 Tahun 2020.   

“Penguatan RPMBN dapat menjawab permasalahan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara saat ini dan juga tantangan dimasa yang akan datang”, kata Wafid. 

RPMBN Tahun 2022–2027 menjelaskan secara singkat potensi mineral dan batubara serta peluang dan tantangan pertambangan di masa mendatang, antara lain potensi wilayah yang belum dieksplorasi (greenfield), pengelolaan mineral kritis dan/atau mineral strategis, transisi energi dan Net Zero Emission maupun tantangan pengelolaan mineral dan batubara di Kawasan Ibu Kota Nusantara.

Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara, Tri Winarno memaparkan bahwa RPMBN mempertimbangkan sepuluh aspek, diantaranya aspek daya dukung sumber daya alam, aspek lingkungan hingga aspek ketersediaan sarana prasarana. RPMBN juga  memuat enam hal yang dijabarkan menjadi enam pedoman, yaitu penerbitan perizinan, pembinaan dan pengawasan, peningkatan nilai tambah minerba, pengendalian produksi dan penjualan,  pengutamaan kepentingan dalam negeri, penetapan target penerimaan negara, dan pengelolaan lingkungan hidup termasuk reklamasi dan pasca tambang. 

Penyusunan RPMBN dilatarbelakangi oleh potensi cadangan dan sumber daya alam mineral dan batubara di Indonesia, sehingga perlu disusun konsep pengelolaan mineral dan batubara yang bertujuan menjamin efektivitas dan manfaat serta tersedianya mineral dan batubara untuk bahan baku maupun sumber energi dalam negeri, menumbuhkembangkan kemampuan nasional serta meningkatkan pendapatan masyarakat dan menjamin kepastian hukum. Inti RPMBN memuat kebijakan dan strategi pengelolaan mineral dan batubara Nasional. Pola penjabarannya mengacu kepada Kebijakan Mineral dan Batubara Nasional.  

“Kaidah pengelolaan mineral dan batubara terdiri tiga pilar yaitu inventarisasi, pengelolaan dan pemanfaatan, serta konservasi. Implementasinya didukung dengan pemantauan dan evaluasi” sambung Tri.  

RPMBN Tahun 2022 – 2027 ditetapkan melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 301.K/MB.01/MEM.B/2022 penyusunannya melibatkan pemangku kepentingan terkait, yaitu Tim Penyusun Internal Ditjen Mineral dan Batubara dengan arahan langsung Staf Khusus Menteri Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, tim akademisi dari enam perwakilan perguruan tinggi, masukan dari Dinas ESDM, kementerian/lembaga, profesional, asosiasi serta pelaku usaha. (ER)

sumber: HumasMinerba