Untuk Angkutan Batubara: Gunakan Kapal Berbendera Indonesia

Azas cabotage adalah sebuah azas yang menyebutkan tentang kewajiban menggunakan kapal mberbendara nasional di negara yang bersangkutan. Sebagai contoh di Jepang atau Amerika sepuruh kebutuhan dalam negeri mereka seluruhnya dipenuhi oleh kapal berbendera nasional mereka,kapal asing tidak diperkenankan beroperasi untuk kebutuhan domestik mereka.Bahkan lebih jauh lagi, seluruh kapal dan peralatan lainnya juga disediakan oleh negara tersebut. 

Tanggal 28 Maret 2005 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Inpres No 5 tentang Pemberdayaan Pelayaran Nasional, disusul dengan terbitnya UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Regulasi ini menegaskan tentang keharusan untuk menggunakan kapal berbendera Indonesia dalammemenuhi kebutuhan domestik. Bahkan sudah ada roadmap yang menyatakan bahwa dalam tahun 2011 seluruh  kebutuhan antar pulau di Indonesia sudah harus bisa dipenuhi oleh seluruh kapan yangada di Indonesia.Ini juga adalah masalah kedaulatan  sebuah negara kepulauan seperti Indonesia seyogyanya mandiri dengan angkutan lautnya. 

Beberapa hal terkait dengan ini antara lain, adalah diperlukannya investasi untuk pengadakan kapal-kapal tersebut. Dalam Workshop tentang Indonesia Cabotage Advocation Forum yang diselenggarakan tanggal 31 Maret 2009 di Hotel Borobudur oleh ILUNI FT-UI, antara lain terungkap bahwa kebutuhan untuk pengadaaan kapal bagi armada batubara sampai tahun 2011 yang seluruhnya berbendera Indonesia dibutuhkan investasi sekitar US$ 3,1 miliar.

Mineral dan Batubara

Kebutuhan mineral dan batubara Indonesia untuk domestik dari tahun-ke-tahun selalu meningkat. Meningkatnya kebutuhan domestik tersebut dipandang sebagai sebuah peluang bagi pengembangan armada angkutan laut mineral dan batubara berbendera Indonesia. Demikian antara lain yang diungkapkan oleh Dr S Witoro Soelarno, Seditjen Minerbapabum, yang menjadi salah satu panelis pada acara tersebut mewakili Dirjen Minerbapabum. 

Tahun 2009, kebutuhan domestik batubara nasional sebesar 68 juta ton, kebutuhan tersebut seyogyanya harus dipenuhi oleh kapalberbendera Indonesia. Menurut informasi dari INSA (Indonesian National Shipowner's Association), pada sektor batubara tidak terlalu terkendala dan nampaknya akan sesuai jadual roadmap bahwa kapasitas kapal angkut batubara akan mampu dipenuhi. Salah satu kendala justru terjadi di lapangan, misalnya pada saat pengiriman ke PLTU Suralya waktu bongkar-muat cukup lama, dan banyak kapal yang antri untuk itu, bahkan bisa memakan waktu dua minggu lebih. Akibatnya banyak kapal yang terkena demurrage. Hal ini menjadi masukan bagi pihak PLN untuk memperbaiki layanan  bongkar-muat tersebut sekaligus dapat membantu mengefisienkan menggunaan kapal yang bersangkutan. 

Di sisi lain, sebagaimana diungkapkan oleh Sesditjen Minerbapabum, Pemerintah dalam hal ini memiliki komitmen penuh untuk mendorong dari sisi kebijakan agar terlaksananya prinsip cabotage pada angkutan batubara tersebut. Antara lain hal tersebut, karena di dalam UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara juga terdapat prinsip transparansi agar keterbukaan di dalam bisnis ini tetap terjadi dan segalanya dapat berjalansesuai dengan koridor yang ada.

Namun demikian di sisi lain, diperlukan kesiapan dari industri pelayaran itu sendiri, tidak cukup hanya berbendera Indonesia, tapi kapal dan galangan kapal juga seyogyanya diproduksi di dalam negeri. Apalagi yang harus juga harus di hindari  adalah apabila bendera Indonesia itu hanya di atas kertas, tapi kepemilikan tetap asing.

Akselerasi penerapan azas caborage sesuai roadmap adalah hal yang mutlak bagi kedaulatan bangsa, untuk itu diperlukan berbagai upaya diantaranya kemitraan pengusaha kapal dan pengusaha batubara dengan penerapan kontrak jangka panjang untuk pengangkutan. Di samping itu diperlukan pemantauan dan pengawasan yang terus menerus agar prinsip tersebut benar-nenar diaplikasikan di dalam perkembangann bisnis batubara dalam negeri saat ini.

(edpraso)\"Cool\"

sumber: