Trend Pertambangan 2009: Harga masih berfluktuasi (1)

Finansial krisis global yang terjadi semenjak pertengahan, atau sekitar awal September 2008, telah sangat memukul banyak perusahaan yang berbasiskan komoditi, termasuk komoditi tambang. Harga tinggi komoditi yang tiba-tiba anjlok membuat banyak perusahaan kesulitan dengan penyesuaian terhadap  biaya produksi dan tingginya kapitalisasi yang sedang berjalan. Beberapa perusahaan bahkan banyak yang mengalami kerugian akibat tidak adanya persiapan atas peristiwa yang tiba-tiba tersebut. 

Kejutan atas cepatnya perubahan harga komoditas akibat krisis finansial telah menimbulkan berbagai hal, diantaranya banyak perusahaanyang mulai melakukan pengkajian ulang atas rencana produksinya dan juga mempertimbangkan rencana investasi jangka panjangnya. Pada saat yang sama, biaya manajemen menjadi salah satu agenda utama korporasi, tidak hanya semata karena pengurangan harga komoditas, tapi juga sebagai respon atas masih tingginya biaya pengembangan,bahan-bahan dan tenaga kerja.

Fluktuasi ini apakah dalam jangka pendek atau sebagai suatu bentuk baru ? Pada akhir tahun  2007.semakin melonjaknya harga komoditi saat itu telah mendorong berbagai perusahaan besar dan kecil untuk meningkatkan produksinya dalam memenuhi tingginya permintaan global. Banyak perusahaan tambang yang menetapkan proyek-proyek baru pertambangan dengan kurang pertimbangan terhadap biaya penggalian. Ketika harga tiba-tiba meningkat maka nampaklah berbagai inefisiensi yang tidak diperhitungkan sebelumnya.

Pada bulan  September 2008 harga nikel turun menjadi US$8.07 per pound, padahal sebelumnya telah mencapai US$16.98 pada tahun 2007. Perusahaan tambang banyak yang mengalami kehancuran saham bahkan mencapai 80%, sehingga banyak yang mempertanyakan tentang model keberlanjutan operasi jangka panjangnya. Ketidakpastian akan kondisi ke-depan menyebabkan beberapa perusahaan menunda program eksplorasinya atau mengurangi seluruh aktifitas bahkan sampai mengurangi  tenaga kerja.  Bahkan Pemerintah pun perlu mengeluarkan himbauan agar para pengusaha lebihberhati-hati dalam melakukan PHK pada para karyawannya mengingat akan timbulnya dampak akibat PHK tersebut, apalagi pemilu sudah semakin dekat. Di tengah-tengah hal ini harga emas tetap menunjukan anomali bahkan menembus melewati US$31.300 per kg padap ertengahan Februari 2009.

Tekanan Meningkat

Hukum suplai-demand selama ini sangat menentukan di dalam mendorong sektor pertambangan. Ketika harga komoditi naik, biaya-biaya pun naik. Namun dalam kondisi ini perusahaan mengabaikan faktor inefisensi perusahaan karena tertutup oleh harga yang tinggi artinya juga pendapatan tinggi. Maka anjloknya harga ini memunculkanfakta pahitnya praktek kegiatantambangyang tidak efisien sebab pasti akan langsung terkena dampak parah. Juga menimbulkan pertanyaan, kapan krisis ini berakhir?  Beberapa perusahaan sudah mulai merencanakan mengeluarkan jurus kencangkan ikat pinggang akibat berkurangnya profit margin. Sekalipun demikian masih terdapat secercah optimisme bahwa kondisi ini akan membaik pada pertengahan tahun 2009 sejalan dengan telah disetujui Senat, diluncurkannya  stimulus ekonomi presiden Amerika Serikat Barack Obama. Di samping itu ditengah-tengah masyarakat Indonesia dan pemerintah sendiri mulai muncul kesadaran untuk meningkatkan manfaat optimal pertambangan dengan upaya peningkatan nilai tambah pengolahan dan pemurnian tambang.

(edpraso DJMBP) \"Money

 

 

 

sumber: