Teknologi CO2 Recovery Salah Satu Solusi Pemanasan Global

 Di antara berbagai jenis energi fosil, batubara adalah yang memiliki pertumbuhan permintaan yang paling  tinggi. Jumlahnya relatif besar, relatif murah dan stabil sehingga dapat memenuhi untuk kepentingan pemenuhuhan energi jangka panjang. Sekalipun demikian emisi gas rumah kaca yang dituding sebagai penyebab pemanasan global yang ditimbulkan oleh aktifitas batubara khususnya CO2 cukup besar. Menurut Stuart Booker (2007), batubara menyumbang sekitar dari 20% emisi CO2 dunia, sedangkian jumlah pembangkit listrik berbahan bakar batubara di seluruh dunia sekitar 36%. Di Indonesia saat ini jumlah kontribusi kelistrikan pembangkit listrik batubara (PLTU batubara) tersebut sekitar 42%. Selanjutnya dalam World Energy Outlook yang dikeluarkan oleh International Agency (2006) kebutuhan PLTU batubara akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2030, yaitu dari 14.376 terrawatt hours (TWH) pada tahun 2004 menjadi 28.000 TWH tahun 2030.

Saat ini sudah dikembangkan teknologi CO2 Carbon Capture (CCS) yang dapat menagkap emisi CO2 dari PLTU batubara unuk diinjeksikan kembali ke dalam bumi. Teknologi ini berkembang terus, dan salah satunya saat ini Kansai Electric Power Co., Ltd (KEPCO) telah mengembangkan teknologi CO2 Recovery dari emisi PLTU batubara khususnya yang berasal dari proses pembakaran di boiler dab gas turbin, dikenal dengan teknologi KM-CDR.

Proses in sudah mencapai tahap komersial dengan  aplikasi proses kimia. Diantaranya sudah dipasang di Malaysia kerjasama dengan Mitsubishi Heavy Industry (MHI) dimana dengan teknologi ini CO2 dari hasil pembakaran PLTU batubara diubah menjadi urea dengan kapasitas 200 ton per hari. Juga telah dikembangkan di India dengan kapasitas 450 ton per hari.

Shojiro Iwasaki, Project manager MHI Jepang, menyampaikan dalam acara Clean Coal Day 5-7 September lalu di Tokyo Jepang, bahwa teknologi ini akan dikembangkan pertama pada skala komersial untuk bisa mengubah 5000 ton CO2 per hari pada biaya cukup rendah.

Hal di atas adalah tantangan bagi Indonesia dalam menghadapi isu pemanasan global saat ini. Apalagi Indonesia akan mengembangkan program percepatan pembangunan PLTU batubara 10.000 MW sampai 2010. Konon untuk program ini tidak menggunakan teknologi batubara bersih karena dianggap biaya tinggi, namun mensyaratkan asupan batubara dengan kalori yang memenuhi syarat lingkungan. Soal lain Indonesia saat ini didakwa menjadi salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, tapi bukan dari emisi batubara melainkan dari kebakaran hutan. Untuk batubara sendiri saat ini 70% hasil produksi nasional untuk pangsa ekspor  (by Edpraso, Sept. 2007).

sumber: