Royalti Inco bakal dinaikkan

Tamb. & Infrastruktur
Kamis, 16/06/2005
 
Royalti Inco bakal dinaikkan
 
JAKARTA (Bisnis): Pemerintah diketahui tengah mengkaji kenaikan besaran royalti PT International Nickel Indonesia Tbk (Inco) hingga dua kali lipat menyusul rencana perseroan itu menaikkan produksi nikel dalam matte hingga 200 juta ton pada 2009.

Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Simon Felix Sembiring, mengatakan kenaikan pembayaran kewajiban itu akan diberlakukan jika harga jual nikel melebihi tingkat harga ekonomis yang ditetapkan.

"Jadi kalau, misalnya, harga sekian, itu dobel royaltinya. Itu kan karena mereka mau kembangkan Soroako. Berapa harganya, itu yang sedang dinegosiasikan karena harus disusun dulu model keekonomiannya," katanya di Jakarta kemarin.

Dengan penentuan batas harga itu, maka Inco wajib menggandakan kewajiban pembayaran royaltinya jika harga jual mineralnya terealisasi di atas batas harga yang disepakati.

Simon menyebutkan saat ini pemerintah sedang memperhitungkan kisaran harga nikel di level US$3,5-US$4 per pon sebagai alternatif batas harga. Angka itu, kata dia, mengacu pada realisasi harga jual Inco yang rata-rata sekitar US$2-US$3 per pon.

Namun, dia mengakui perhitungan itu dimungkinkan berubah karena pemerintah juga harus memperhitungkan keekonomian pembatasan harga jual untuk menambah royalti sebagai syarat perseroan menaikkan rencana produksinya.

"Itu harus dihitung dong. Mereka kan jelas tidak mau ini rugi. Kalau harga sekarang memang sudah sekitar US$6 per pon. Itu windfall profit dia lah. Tapi kalau lihat dari statistik, rata-rata itu masih US$2-US$3 per pon."

Variabel lain

Selain menaikkan royalti, kata dia, pemerintah juga masih mempertimbangkan sejumlah variabel lain sebelum menyetujui rencana Inco mengembangkan areal pertambangannya di Sulawesi Tengah itu.

Menurut dirjen, sedikitnya delapan item tengah dikaji terkait itu, a.l. program pengembangan masyarakat di sekitar tambang (community development), pembangunan pembangkit listrik, dan bendungan.

Bisnis mencatat, pembangunan pembangkit listrik dan bendungan diperkirakan membutuhkan investasi sekitar US$280 juta untuk menambah kapasitas produksi listrik sebesar 90 MW menjadi 365 MW, sehingga otomatis meningkatkan tenaga untuk kapasitas produksi.

Sebelumnya, Simon mengungkapkan Inco mengusulkan akan menambah anggaran untuk pengembangan sosial bagi warga di sekitar lokasi tambang. Namun, tegas dia, itu dinilai tidak efektif dibandingkan penambahan royalti.

"Dia itu [Inco] tadinya mau penambahan itu by community development. Jadi nanti keuntungan 10 tahun, diambilkan 1% dari itu. Kami bilang, jangan. Dobel saja royaltinya."

Kewajiban royalti Inco sendiri diketahui diatur sebesar 0,015% dari setiap harga satu kilogram nikel yang terjual.

Untuk saat ini, Simon mengatakan perhitungan itu masih menggunakan formula lama. Namun, untuk perpanjangan kontrak mulai 2008, pemerintah telah memperhitungkan besaran baru.

Sementara itu, rencana kenaikan produksi hingga 200 juta ton nikel dalam matte mulai 2009 itu ditargetkan akan diperoleh dari pengembangan lokasi pertambangan di Soroako, Pomalaa, dan Bahudopi.

Menurut catatan Bisnis, tahun ini perusahaan tambang itu mematok target produksi 160 juta ton menyusul realisasi produksi 2004 lalu yang mencapai 159 juta ton nikel dalam matte. (06)

 
© Copyright 2001 Bisnis Indonesia. All rights reserved. Reproduction in whole or in part without permission is prohibited.

sumber: