Produksi perak PT KEM masih mengendap

BALIKPAPAN (Bisnis): PT Kelian Equatorial Mining (KEM) hingga kini belum mendapatkan izin ekspor untuk enam ton perak hasil tambang di Kelian, Kaltim, kendati komoditas itu dipastikan tidak dapat diserap oleh pasar domestik.

Manajer Hubungan Karyawan dan Masyarakat PT KEM Ali Ahmid menuturkan produksi perak yang kini masih tersimpan di Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia PT Aneka Tambang Tbk (Antam) sudah ditawarkan kepada perajin perak.

"Sampai sekarang izin ekspornya belum keluar. Padahal kami sudah menawarkannya kepada perajin perak dan sudah ada pernyataan tidak sanggup membeli. Volumenya ya...enam ton itu," ujarnya kepada Bisnis di Balikpapan pekan lalu.

Larangan ekspor perak itu sendiri diputuskan Menperindag pada masa kabinet Gotong Royong, Rini M.S. Soewandi, untuk mengantisipasi kekurangan bahan baku industri kerajinan perak dalam negeri.

Namun, pada November 2004 pemerintah menunjuk PT KEM dan PT Nusa Halmahera Mineral (NHM) untuk menawarkan hasil produksi perak di pasar domestik sebelum mendapat izin ekspor kembali komoditas itu.

Hal itu, kata Mahyudin Lubis, Direktur Pengusahaan Mineral dan Batu bara, Ditjen Geologi dan Sumber Daya Mineral (GSDM), Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, menuturkan hal itu dilakukan untuk menyiasati larangan ekspor perak yang diberlakukan Menperindag masa kabinet Gotong Royong, sekitar pertengahan 2004.

"Kami [interdep Departemen ESDM dan Depdag] sudah ketemu. Alternatifnya, kami minta KEM dan NHM harus menawarkan perak ke koperasi induk perak itu. Kalau mereka tidak bisa beli, baru boleh diekspor," ujarnya. (Bisnis p, 8 November 2004) Menurut catatan Bisnis, UBPP Logam Mulia masih menyimpan sekitar delapan hingga 12 ton perak yang tidak terjual akibat larangan itu.

Sementara, pasar domestik yang diharapkan menyerap komoditas itu dipastikan tidak mampu akibat tingginya harga mineral tambang tersebut.

Belum jelas

Selain KEM, yang merupakan anak perusahaan tambang Australia, Rio Tinto, dua produsen perak lainnya juga diketahui tidak dapat mengekspor produksinya, yaitu PT NHM dan PT Aneka Tambang Tbk (Antam).

Deputy Director External Relations Rio Tinto Indonesia (RTI) Anang Rizkani Noor mengakui hingga saat ini pihaknya juga belum menerima tanggapan dari departemen teknis terkait.

"Waktu itu kan katanya ditawarkan dulu selama satu bulan. Ini sudah sejak Desember lalu [2004]. Mereka [perajin] juga sudah mengatakan benar-benar tidak bisa [beli]. Tapi sampai sekarang tidak ada kejelasan."

Anang mengakui KEM hanya dapat menunggu keputusan selanjutnya. Apalagi, tambahnya, saat ini tambangnya di Kaltim itu sudah berhenti produksi dan memasuki masa pascatambang.

Terkait eksplorasi selanjutnya di Indonesia, dia menuturkan manajemen Rio Tinto menyatakan masih berminat mengingat besarnya kandungan mineral di Tanah Air.

Sebelumnya, Mahyudin Lubis, Direktur Pengusahaan Mineral dan Batu bara Ditjen Geologi dan Sumber Daya Mineral (GSDM) mengatakan perusahaan asal Australia itu telah mendapatkan persetujuan prinsip dari Dirjen GSDM.

"Rio Tinto Borneo Investment Pte Ltd sudah mendapat persetujuan prinsip pada 2003 untuk wilayah Ketapang, Kalbar, dan Lamandau, Kalteng, untuk pengusahaan emas dan tambaga," paparnya kepada Bisnis baru-baru ini.

Dia mengatakan dengan persetujuan prinsip itu, Rio Tinto dapat mengajukan surat izin penyelidikan pendahuluan (SIPP) untuk mengawali kegiatan eksplorasi. (06)

sumber: