Pencemaran Merkuri dari Darat ke Laut

.Kompas, 7 Desember 2004 - SEJAK mulai digunakan di pertambangan emas, air raksa yang sejak dulu kala dinamai merkuri terus mengancam kehidupan di muka Bumi ini. Ancaman kematian akibat bahan beracun itu bahkan kian meluas karena penggunaannya yang kini beragam.

MERKURI yang telah dikenal zaman Mesir Kuno dan Romawi sejak awal memang digunakan sebagai bahan pemisah emas dari batuan lain dalam proses pengolahan tambang. Dalam perkembangannya kemudian, merkuri digunakan untuk termometer, bahan penambal gigi, juga baterai. Demikian juga cat dan obat gangguan ginjal. Semua ada merkurinya.

Berbagai produk dan aplikasi itu tidak tertutup kemungkinan mencemari lingkungan, baik dalam proses pembuatan, pemakaian maupun pembuangannya. Di antara berbagai kemungkinan itu, yang paling mengancam kesehatan dan kehidupan masyarakat memang limbah dari pertambangan emas. Pencemaran merkuri akibat praktik pertambangan emas yang tidak terkontrol terjadi di berbagai wilayah di Tanah Air.

Dalam 20 tahun terakhir ini, kasus pencemaran merkuri dilaporkan di Sulawesi Utara terutama Teluk Buyat dan Teluk Manado, sungai-sungai di Kalimantan terutama Kapuas dan Kahayan, Sungai Citarum dan Cisadane di Jawa Barat, sungai-sungai di DKI Jakarta hingga Teluk Jakarta, beberapa daerah di Sumatera Barat dan Jambi.

Sulawesi

Pencemaran merkuri di kawasan perairan Sulawesi Utara itu telah diributkan sejak tahun 1990-an, namun kemudian timbul dan tenggelam hingga muncul kembali tahun ini dan menjadi isu hangat dalam beberapa bulan terakhir bahkan mungkin masih akan bergulir hingga tahun depan.

Peneliti dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapeldalda) Sulawesi Utara Rizald Rompas sejak lima tahun lalu sudah melaporkan kontaminasi merkuri telah meracuni sejumlah kawasan laut dan sungai di Sulawesi Utara minimal sejak tahun 1990. Hal yang sama juga dilaporkan peneliti dari Universitas Sam Ratulangi, Manado, pada tahun 1996.

Kontaminasi merkuri di wilayah perairan dan pantai Sulut dilaporkan Bapedalda Sulut merupakan limbah dari aktivitas pertambangan emas rakyat, yang kurang mendapat pengawasan pemerintah seperti di Dimembe, Ranoyapo, dan Ratatotok di Kabupaten Minahasa. Diperkirakan sekitar 40 persen merkuri yang dipakai para penambang emas rakyat di kabupaten itu merembes ke laut, melalui pencucian tromol dan pada proses pemanggangan batuan.

Di kawasan Ratatotok, misalnya, limbah penambangan emas mengalir ke Sungai Totok hingga bermuara di Teluk Buyat. Di kawasan teluk ini praktik pertambangan emas bahkan telah dimulai di kawasan Teluk Buyat paling tidak pada tahun 1887 oleh perusahaan pertambangan Belanda, Nederland Mynbow Maschapai, hingga tahun 1922. Sejak itu masyarakat lokal mengambil alih operasi. Hingga pertengahan tahun 1980 terdapat sekitar 4.000 penambang di kawasan itu.

Praktik itu menimbulkan pencemaran ke kawasan teluk hingga kini dan memberikan dampak negatif. Tahun 1995 terdeteksi merkuri di atas ambang batas pada hati ikan kerong-kerong (Terapon jarbua) yaitu 9,1 mg/g merkuri, 18 kali lebih tinggi dari panduan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).

Analisis sampel darah pada warga Buyat yang dilakukan FMIPA UI Juli 2004 menunjukkan kadar total merkuri dalam darah mereka melebihi batas normal rata-rata 8 mikrogram per liter menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety). Penduduk yang diperiksa bahkan ada yang kadar merkurinya mencapai 23,9 mikrogram per liter.

Pemeriksaan yang dilakukan Dr Mineshi Sakamoto Agustus 2004 di laboratorium National Institute for Minamata Disease Japan terhadap sampel rambut penduduk di Teluk Buyat dan Teluk Totok menunjukkan kandungan merkuri 2,65 mikrogram per gram berat sampel atau 1 per 20 dari standar WHO.

Kedua peneliti menyimpulkan kandungan ini belum mencapai dosis yang dapat menimbulkan gejala penyakit minamata. Menurut IPCS, gejala penyakit minamata baru akan muncul bila paparan total merkuri pada tubuh manusia mencapai 200-500 mikrogram per liter atau 200-500 ppb (part per billions).

Namun, menurut para peneliti, bila pencemaran dibiarkan tanpa tindakan penanggulangan, maka dalam jangka panjang terjadi degradasi lingkungan, seperti menurunnya populasi ikan dan akan terakumulasi dalam tubuh manusia mengakibatkan munculnya penyakit hingga kematian, seperti di Minamata.

Kondisi yang sama juga terjadi di Teluk Manado. Limbah kegiatan 700 kelompok penambang emas tanpa izin (PETI) masuk ke teluk itu melalui Sungai Dimembe. Dampaknya, menurut penelitian Dinas Pekerjaan Umum (PU) Sulut belum lama ini, air sungai Dimembe tercemar merkuri sampai tujuh kali di atas ambang batas 0,001 ppm. Selain mencemari teluk Manado, limbah merkuri juga menyebar di ratusan hektar tambak ikan dan merembes ke sumur penduduk di sejumlah desa.

Kondisi parah terjadi juga di beberapa sungai di Kalimantan terutama di Sungai Kapuas, Kalimantan Barat, dan Sungai Kahayan, Kalimantan Tengah. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Pontianak pada tahun 2000 mencatat pencemaran merkuri di Kapuas hingga 200 kali di atas ambang batas. Pencemaran ini berasal dari penambangan emas ilegal di Kalimantan Barat yang menggunakan 3.113 mesin. Hingga kini masalah itu belum juga terpecahkan.

Badan Pengelolaan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Daerah (BPPLHD) Kalimantan Tengah tahun 2002 melaporkan, 11 sungai besar di provinsi ini tercemar berat limbah merkuri. Setiap tahun diperkirakan 10 ton merkuri sisa penambangan emas tradisional di buang ke sungai-sungai itu.

Di antara sejumlah sungai itu kondisi terparah terlihat di Sungai Kahayan. Dari 2.264 tromol emas yang dioperasikan di Kalteng, di daerah aliran sungai (DAS) Kahayan saja tercatat 1.563 unit mesin. Di Kahayan saja terbuang 1,5 ton lebih merkuri selama tiga bulan.

Akibatnya, kandungan merkuri di DAS ini tercatat hingga 0,014 mg/l air. Padahal, kandungan merkuri yang diizinkan hanya 0,001 mg/l air. Pada Mei dan Juli lalu tingkat pencemaran merkuri masih lima kali diatas ambang batas. Selain air, sejumlah ikan pun yang biasa dikonsumsi masyarakat telah terkontaminasi merkuri.

Dampak pencemaran

Penggunaan merkuri dalam waktu lama dan meluas terutama bila dikaitkan dengan praktik pertambangan emas di berbagai daerah, mestinya telah menimbulkan gangguan kesehatan hingga kematian dalam jumlah besar karena penggunaan dan pembuangannya yang sembarangan. Sayangnya, kasus kematian akibat pencemaran merkuri belum pernah terdata di Indonesia hingga kini.

Merkuri memiliki beberapa tingkat bahaya tergantung bentuk ikatan unsur dan senyawanya serta perlakuan manusia terhadap logam beracun ini. Logam berwarna keperakan dan berkilap ini satu-satunya yang berwujud cair pada suhu kamar dan baru akan menguap bila dipanaskan sampai suhu 357 derajat >sprscript<>res<>res<CELSIUS.< p>

Di alam merkuri biasanya dijumpai dalam bentuk logam merkurium dan ion-ion merkuri. Di Indonesia, merkurium banyak terdapat di utara Jawa hingga Lhok Seumawe, Aceh, dan di Sulawesi Utara. Di Kalimantan, di mana polusi merkuri sangat menonjol, kandungan merkuri alaminya justru kecil.

Pencemaran lingkungan oleh merkuri terbesar di pertambangan. Menurut Dr Rahmadhi Purwana dari FKM UI pada semiloka tentang pengelolaan limbah tailing di laut di Bogor Oktober lalu, terbuangnya merkuri di pertambangan bisa mencapai 14,5 persen setiap kali proses, dan yang menguap menjadi gas 2,5 persen. Merkuri digunakan hingga lima kali sebelum akhirnya dibuang ke lingkungan.

Sebagai pencemar merkuri dapat berupa logam, senyawa organik, dan anorganik. Logam merkuri bagi lingkungan tidak terlalu berbahaya. Ancamannya baru muncul bila terurai atau bersenyawa dengan unsur lain.

Di lingkungan yang berkadar asam tinggi, logam merkuri dapat berubah menjadi senyawa metil merkuri. Sementara itu, merkuri anorganik dalam sedimen di dasar laut dan sungai akan diubah oleh mikroorganisme menjadi senyawa organik metil merkuri.

Senyawa metil merkuri tergolong mudah larut dalam air, sedangkan yang berbentuk metil merkuri klorida juga memiliki sifat mudah bereaksi dengan gugus SH dan OH yang terdapat dalam protein. Sifat logam beracun ini sangat berbahaya karena dapat memengaruhi seluruh aktivitas metabolisme makhluk hidup.

Sebagai metil merkuri atau CH>jmp 2008m<>kern 198m<>h 6024m,0<>w 6024m<3>jmp 0m<>kern 200m<>h 8333m,0<>w 8333mjmp -2008m<>kern 198m<>h 6024m,0<>w 6024m<+>jmp 0m<>kern 200m<>h 8333m,0<>w 8333m<, mudah masuk ke tubuh lewat pernapasan dan makanan. Organik merkuri ini merupakan senyawa yang paling beracun. Pencemaran metil merkuri yang berlangsung 10-20 tahun akan terakumulasi rata-rata 20 tahun dan daya meracuni lingkungan bisa mencapai lebih dari 150 tahun.

Merkuri yang mencemari daratan akan masuk dalam tanah kemudian merembes ke air tanah atau mengalir ke aliran sungai jika hujan turun. Merkuri lalu terisap oleh akar tanaman sayuran dan buah-buahan serta rumput. Selanjutnya, merkuri tersimpan di buah dan daun. Sayuran yang terkontaminasi itu dikonsumsi oleh manusia. Rumput dimakan sapi, susunya lalu diminum oleh manusia. Semuanya bermuara pada manusia.

Rahmadi mengungkapkan, selain di air, sedimen dan tanah, merkuri juga mengontaminasi buah dan sayuran di Pongkor, serta ikan di Sungai Kapuas. Pada ikan di Sungai Kapuas merkuri tercatat 0,22 ppm, sedangkan di sayuran dan buah di Pongkor pada tahun 2001 di atas tingkat aman 0,04 mg per kg menurut ketentuan Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan.

Logam merkuri bila menguap akan mengumpul di udara. Di udara gas merkuri akan turun ke Bumi lewat air hujan dan kembali ke tanah dan perairan di muka Bumi ini dari danau, sungai hingga laut. Sebagian besar merkuri akan menempel pada sedimen. Merkuri yang sudah berubah jadi senyawa metil merkuri tetap akan larut di air. Di perairan metil merkuri masuk ke tubuh ikan lalu terakumulasi pada pemangsa alaminya hingga meracuni manusia. Daya serap metil merkuri di tubuh mencapai 95 persen.

Merkuri baik dalam bentuk logam, maupun senyawa organik dan anorganik dapat masuk ke dalam tubuh manusia. Kontaminasi merkuri pada manusia dapat melalui makanan, minuman dan hirupan napas, serta kontak kulit. Bila gas merkuri terhirup mengakibatkan bronkitis, sampai rusaknya paru-paru. Bahaya ini mengancam para penambang emas rakyat, karena setelah terpisah dari pasir, mereka menguapkan merkuri dari amalgama untuk memisahkan kembali emasnya.

Dalam bentuk logam, merkuri diperkirakan hanya 15 persen yang terserap tubuh manusia. Logam merkuri akan menumpuk sebagian besar dalam ginjal, ditemukan dalam otak, hati, dan janin. Dalam organ tersebut logam ini akan berubah menjadi senyawa anorganik. Kemudian merkuri akan dibuang dalam kotoran, urine, dan pernapasan.

Bahaya besar

Bahaya yang besar bagi manusia muncul bila yang masuk ke dalam tubuh adalah bentuk metil merkuri. Senyawa yang larut dalam air dan lemak ini akan masuk ke dalam tubuh lewat air dan ikan, susu, sayuran, buah-buahan yang terkontaminasi.

Senyawa metil merkuri akan tertimbun dalam ginjal, otak janin, otot, dan hati. Namun, sebagian besar metil merkuri akan berakumulasi di otak. Karena tingkat penyerapannya tinggi ke dalam tubuh, maka senyawa beracun ini bisa menyebabkan berbagai penyakit termasuk kanker hingga mengakibatkan kecacatan dan kematian.

Masuknya merkuri dalam tubuh memang akan menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bila melampaui ambang batas.

Menurut pedoman Baku Mutu Lingkungan, kadar merkuri pada makanan yang dikonsumsi langsung atau tanpa diolah dulu maksimum 0,001 ppm. Kadar merkuri yang aman dalam darah maksimal 0,04 ppm (part per millions). Kadar merkuri 0,1-1 ppm dalam jaringan sudah dapat menyebabkan munculnya gangguan fungsi tubuh. Pada para penambang rakyat ternyata kadar merkuri dalam darah mencapai 0,16 ppm.

Gejala yang dapat langsung terlihat adalah iritasi kulit bila terjadi kontak pada kulit dan sesak napas bila terhirup gas merkuri. Ketika masuk lewat makanan, maka gejala yang muncul adalah mual, pusing, dan muntah.

Sampai di sistem saraf, berakibat tidak bisa mengendalikan anggota badan dan tubuh. Karena rahang sulit digerakkan, pasien mengalami gangguan bicara dan mengunyah. Gangguan terjadi pada panca indera mulai dari telinga berdenging sampai tuli, pandangan kabur hingga buta, tidak peka rasa suhu dan bau. Akumulasi merkuri pada dosis tinggi ditunjukkan dengan munculnya rona biru pada gusi hingga gigi tanggal.

Gangguan juga terjadi pada fungsi organ seperti ginjal dan kerusakan sistem detoksifikasi hati. Bila senyawa itu mengendap di otak mengakibatkan gangguan daya ingat, reaksi emosi histeria seperti lekas marah dan rasa malu berlebihan, depresi dan susah tidur, tertawa dan ketakutan tanpa sebab. Pada stadium lanjut pasien akan pingsan, gila, hingga menemui ajal.

Penyakit ini juga akan menurun dari ibu yang terkontaminasi merkuri. Hingga melahirkan bayi cacat, karena mengalami kerusakan DNA. Kecacatan bayi yang terjadi seperti gangguan keseimbangan dan gerak motorik, serta rendah tingkat kecerdasannya. Bahkan ada yang lahir tanpa anggota badan, atau bentuk kepala tidak beraturan.

Pencegahan

Menekan pencemaran limbah merkuri di pertambangan emas sebenarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara. Paling hulu dengan memilih teknik penggalian yang ramah lingkungan, yaitu pertambangan tertutup. Dengan begitu memperkecil keluarnya merkuri dari dalam tanah. Hal ini sebaliknya terjadi pada pertambangan terbuka.

Tahap berikutnya adalah menggunakan teknologi pemrosesan batuan tambang yang tidak menggunakan bahan merkuri, di antaranya dengan bahan sianida dan dengan cara bioteknologi yang disebut proses pencucian dengan mikroba.

Mikroorganisme yang mengoksida batuan itu umumnya hidup pada bahan anorganik, di antaranya yang banyak digunakan adalah Thiobacillus feroxidans. Beberapa tahun lalu peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) berhasil mengisolasi spesies itu di pertambangan emas Cikotok.

Proses biologi ini banyak dipilih untuk mengolah biji atau batuan yang mempunyai kandungan sulfida yang tinggi dan karena biayanya lebih murah dibandingkan dengan cara mekanis, serta tidak mencemari lingkungan. Negara yang menggunakannya yaitu Afrika Selatan, Australia, Amerika Serikat, Kanada, dan Cile.

Pada kondisi lingkungan yang telah telanjur terpolusi merkuri, upaya yang dilakukan adalah penyehatan kembali lingkungan. Caranya dengan memindahkan sedimen yang mengandung merkurium tinggi kemudian diisolasi. Hal ini pernah dilakukan Jepang terhadap kawasan Minamata.

Alternatif remediasi secara biologis yang disebut fitoremediasi pun ditempuh. Pada cara ini digunakan tumbuhan yang dapat menyerap metil merkuri. Dibandingkan dengan yang lain, cara ini relatif murah dan memungkinkan sumber pencemar didaur ulang. Sayangnya proses alami ini relatif lambat dalam mereduksi polutan.

Mengatasi pencemaran merkuri dengan bakteri juga dimungkinkan karena diketahui ada bakteri yang dapat bertahan hidup dalam lingkungan yang mengandung merkuri dalam jumlah tinggi. Bakteri itu adalah Pseudomonas fluorescens, Staphylococcus aureus, dan Bacillus sp. Hal ini menginspirasi ahli biologi molekuler untuk memadukan fungsi gen beberapa bakteri hingga menghasilkan strain unggul untuk mengatasi pencemaran merkuri secara cepat dan efektif

sumber: