Menjembatani Pemahaman Praktek Pertambangan: Sekitar DHPB 13,5% (4)
Telah diketahui bahwa untuk PKP2B dikenakan DHPB 13,5%. Saat ini hanya Columbia yang memiliki royalti lebih tinggi dari Indonesia dengan menetapkan royalti sebesar 15%. Sedangkan seluruh negara di dunia kebanyakan di bawah 10%. Menurut Keppres 49/1981 yang menjadi acuan dasar PKP2B generasi 1, Keppres 21/1993 (KKS) yang menjadi acuan dasar PKP2B generasi 2 maupun Keppres 75/1996 (PKP2B atau KKB) yang menjadi acuan dasar PKP2B generasi 3, terdapat bagian sebesar 13,5% dari produksi batubara para pengusaha batubara untuk diserahkan kepada Pemerintah Indonesia. Perbedaannya, pada Keppres 49/1981 dan Keppres 21/1993 bagian pemerintah masih berbentuk hasil produksi batubara di tambang (in kind), sedangkan menurut Keppres 75/1996 bagian pemerintah tersebut telah berbentuk tunai (cash) berdasarkan harga FOB.
Selanjutnya berdasarkan pada Keppres 75/1996 dan Keputusan Menkeu No. 129/Kmk.017/1997 tentang Tatacara Penggunaan PNBP dan DHPB serta Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2000, bagian pemerintah sebesar 13,5% tersebut dapat dibagi seperti di bawah ini:
·    Royalti kepada pemerintah (3-7%) dengan distribusi sebagai berikut:
       - 20% untuk Pemerintah Pusat
      - 80% dibagi menjadi: 16% untuk Dati I dan 64% untuk Dati II Â
·    Sisanya (6,5-10,5%) masuk ke kas negara dan sebagian akan digunakan untuk kepentingan pengembangan batubara, pengawasan lingkungan dan keselamatan kerja pertambangan.
·     Selain hal-hal di atas, pengusaha PKP2B juga masih diwajibkan untuk membayar iuran tetap, lumpsump payment, PBB, pungutan daerah, pajak penghasilan badan, pajak penghasilan, dll.
Sesuai dengan Keppres 75/1996 Pasal (3) Ayat (2) untuk kasus batubara kadar rendah dan tambang bawah tanah dapat dilakukan penghitungan penetapan bagi hasil yang lebih sesuai dengan tetap mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis. Aspek teknis meliputi tahapan kegiatan usaha mulai tahap penyelidikan pendahuluan, penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,dan operasi penambangan. Aspek ekonomi atau biaya investasi/operasi terdiri dari investasi awal (prasarana dan sarana) dan biaya produksi . Untuk batubara kadar rendah, saat ini sedang dilakukan kajian untuk diberlakukan insentif, sehingga bagi batu bara mutu rendah akan diusulkan untuk nilai kalori ≤ 4.600 cal/gr DHPB sebesar 7,5 % dan kalori 4.600 hingga < 5.100 cal/gr DHPB sebesar 9 %.
Besaran 13,5%
Banyak orang yang bertanya, dan tidak banyak yang tahu darimana angka 13,5% datangnya yang akhirnya diberlakukan di dalam kontrak antara Pemerintah dengan pengusaha batubara PKP2B generasi 1 sampai 3? Secara historis penentuan tingkat bagi hasil sebesar 13,5% dari hasil produksi batubara merupakan hasil kesepakatan (negosiasi) antara Pemerintah dan kontraktor. Pada tahun 1997, salah satu konseptor Kontrak Kerjasama Batubara (KKB), Alm. Sutaryo Sigit yang pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pertambangan Umum  mengatakan di dalam ceramah di ITB bahwa konsep bagi hasil untuk batubara memang antara lain diilhami  oleh adanya konsep Production Sharing antara Pertamina dan perusahaan minyak asing. Tapi tetap beda dalam prakteknya, karena di batubara tidak diberlakukan cost recovery.
Ketika PT Shell sedang melakukan negosiasi dengan Pemerintah untuk memulai pekerjaan eksploitasi batubara di salah satu wilayah Indonesia dilakukan negosiasi yang cukup alot terkait pembagian hasil ke-dua belah pihak. Akhirnya dalam salah satu tahapannya PT Shell diusulkan mendapat bagian 9% dan Pemerintah 18% (dari keseluruhan 30% gross revenue perusahaan). Karena belum dicapai kesepakatan, akhirnya dilakukan ketetapan bahwa perusahaan yang akan melakukan eksploitasi tersebut harus menyerahkan hasil produksinya minimal sebesar 13,5% kepada Pemerintah yang merupakan pembagian [(9%+18%)/2]. (Edpraso)
Â
sumber: