KPC Yang Mempermalukan Wajah Pemerintah
Pemerintah RI Meminta Penjelasan
Pemerintah pusat segera bereaksi. Rio Tinto dan British Petroleum dinilai menyepelekan pemerintah karena menjual saham Kaltim Prima Coal kepada PT. Bumi Resources secara mendadak. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, Laksamana Sukardi akan meminta penjelasan kedua perusahaan itu. Ia bahkan menuduh keduanya tidak beritikad baik.
Laksamana Sukardi: "Kita akan panggil mereka menjelaskan karena mereka sedang dalam proses kewajiban melakukan divestasi yang sudah tertunda-tunda beberapa tahun. Itu kan mereka tahu. Saya kira itu menyepelekan. Memang hak mereka juga menjual tapi mereka juga harus menghargai kontrak yang telah mereka tandatangani."
Namun hingga saat ini menurut Laksamana, belum ada laporan resmi telah terjadi pelanggaran dalam penjualan saham itu. Sehingga langkah melanjutkan kasus ini ke jalur hukum pun belum dipikirkan.
Pemda Kaltim pun Marah
Kemarahan juga melanda pemerintah daerah Kalimantan Timur sebagai calon pembeli yang gagal. Pengerahan masa memprotes penjualan ini telah direncanakan. Mereka juga mengancam akan memblokir dan menghentikan produksi PT. Kaltim Prima Coal. Juru bicara pemerintah daerah Kalimantan Timur Syarifudin Pernyata mengatakan langkah pemblokiran ini terpaksa ditempuh karena jalur hukum sudah tidak lagi digubris oleh Kaltim Prima Coal.
Syarifudin Pernyata: "Ya jadi bukan ancaman saja, akan dibuktikan. Tapi kan perlu Anda tahu bahwa tidak serta merta blokir itu akan terjadi. Perjuangan diplomasi itu sudah lima tahun lebih. Jalan apa? Jalan hukum? Sudah kita proses jalan hukum, sudah lima tahun, sudah ada keputusan presiden. Jalan pemblokiran itu salah satu jalan dari berbagai jalan yang dilakukan pemerintah provinsi. Tapi KPC aja yang kerjanya kayak gitu. Memang tidak ada itikad baik."
Menurut Syarifudin, pemblokiran tidak bisa dihindarkan lagi karena selain tidak memiliki itikad baik, KPC juga telah menggadaikan deposit batubara bumi Kalimantan Timur.
Berlindung pada Pemerintah dan Pihak Keamanan
Kaltim Prima Coal melalui juru bicaranya, Nanang R. Noor mengatakan ancaman pemblokiran akan diserahkan kepada pemerintah dan pihak keamanan untuk diatasi. Mereka mengaku telah berkoordinasi dan melaporkan rencana-rencana divestasi yang akan dilakukan. Ketika itu, tahun 2002, divestasi ditawarkan kepada pemerintah daerah dan BUMN yang ditunjuk pemerintah. Namun tidak ada respons dari mereka. Sehingga Kaltim Prima Coal mengambil inisiatif untuk menjual pada pihak lain, dengan anggapan batas waktu yang ditawarkan telah berakhir.
Nanang R. Noor: "Saya kira pemblokiran kami percaya bahwa pemerintah dan aparat keamanan berkewajiban untuk mengamankan. Kami sudah berkoordinasi dan melaporkan kepada pemerintah yang berwenang dalam hal ini. Perkembangan selama ini bahwa divestasi pada penawaran yang kemarin, waktu yang sudah diberikan tidak ada respon dari assignee atau pihak yang ditunjuk oleh pemerintah. Jadi dari situ terlihat bahwa persoalannya bukan dari pihak KPC tapi dari pihak yang assignee tersebut.
Wajar Meski Melecehkan Pemerintah
Dalam proses penjualan itu, Rio Tinto akan tetap menangani KPC hingga Oktober 2003. Setelah itu baru kemudian KPC akan sepenuhnya dijalankan oleh PT. Bumi Resources Tbk, sebagai pemilik baru. Anggota DPR Komisi VIII bidang pertambangan Ahmad Farial mengatakan, penjualan itu merupakan hal yang wajar, meski melecehkan pemerintah Indonesia.
Pengamat energi Ramses Hutapea mengatakan proses penjualan saham KPC bukanlah suatu hal yang mengurangi komitmen KPC terhadap perjanjian kerjasama dengan pemerintah. Menurutnya Kaltim Prima Coal mungkin hanya ingin melakukan program jangka panjang untuk kepentingan menghasilkan dana tunai.
Ramses Hutapea: "Menurut saya penjualan saham mereka itu tentu tidak mengurangi komitmen mereka sebagai kontraktor dalam perjanjian dengan pemerintah untuk melakukan divestasi 51%. Saya melihatnya barangkali dia ingin memperoleh cash dalam programnya. Sebagai perusahaan, bagi pemilik sahamnya tentu ada kepentingan tertentu sehingga dalam satu periode dia jual semua sahamnya."
Pemerintah Harus Waspada
Selanjutnya, pemerintah menurut Ramses harus bersikap waspada. Bisa saja ada ketakutan tertentu dari dua perusahaan asing tersebut dalam meneruskan kerjasama dengan pemerintah. Ketakutan bisa terjadi karena terdapat kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan. Atau bisa karena sikap pemerintah yang tidak jelas dalam proses divestasi yang telah berlangsung berlarut larut ini.
Yang jelas, nasi sudah jadi bubur. Pemerintah tercoreng wajahnya. Proses penjualan saham yang sudah dikerjakan dari bertahun lampau menjadi nol besar. Perundingan akan dimulai kembali dengan pemilik baru. Jika pemerintah belajar dari kegagalan penjualan saham Semen Padang yang masih membuahkan konflik hingga kini, seharusnya kasus KPC tidak terjadi. Sikap pemerintah yang tegas, cepat dan profesional dalam menangani penjualan saham-saham Badan Usaha Milik Negara bisa menghindari Jakarta dipermalukan di mata dunia bisnis internasional. Lagi pula bukankah pemerintah juga beranggotakan seorang Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara? Jangan-jangan sudah tiba saatnya untuk mempertanyakan apa sebenarnya kerja seorang menteri ini.(25/07/2003)
Oleh: Tim liputan 68H, Jakarta/Joss Wibisono, 25 Juli 2003
sumber: