Kontrak karya tambang asing tunggu status hutan
Proses penyelesaian empat draf kontrak karya pertambangan milik setiap investor asing masih menunggu kepastian status hutan yang akan menjadi wilayah operasinya.
Keempat investor asing tersebut meliputi Southern Arch Mineral Inc. atau Indotan di proyek emas Lemonga, Nusa Tenggara Barat, East Asia Mineral Corp di proyek emas Miwah di Aceh, Barrick Gold Corp di proyek emas di Bengkulu, dan BHP Billiton yang bekerja sama dengan PT Aneka Tambang Tbk. di proyek nikel di Maluku Utara.
Dirjen Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi (Minerbapabum) Departemen Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Setiawan mengatakan sebenarnya hampir semua pasal dalam kontrak-kontrak tersebut sudah disepakati. Hanya saja, tinggal satu bagian yang masih perlu dibicarakan terkait dengan status kehutanan.
"Kalau sudah selesai, bisa dilanjutkan dengan proses selanjutnya sampai diajukan ke parlemen secara bersamaan," kata Bambang kemarin.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral dan Batu Bara Departemen ESDM, Bambang Gatot Ariyono menambahkan negosiasi kontrak sudah hampir tuntas, bahkan khusus untuk Southern Arch, kontrak sudah mengakomodasi kepentingan daerah, yang sebelumnya cukup membuat alot negosiasi.
Mengenai masalah kehutanan, Gatot mengatakan Departemen Kehutanan sejak sebulan lebih menjanjikan isi draf pasal 4 kontrak karya mengenai kepastian status hutan.
Gatot mengatakan pihaknya masih menunggu draf satu pasal tersebut. Karena itu, sangat penting bagi kepastian investasi. Investor meminta kepastian status itu terkait dengan kemungkinan mutasi lahan.
"Jangan sampai hutan yang tadinya hutan produksi di tengah-tengah operasi tiba-tiba berubah menjadi hutan taman nasional, kan jadi tidak bisa bekerja," jelasnya.
Ketentuan kontrak
Selain masalah kehutanan itu, tuturnya, pemerintah juga meminta KK yang akan dibuat tersebut mengacu pada ketentuan UU Minerba, yang hingga kini masih dalam pembahasan. Beberapa ketentuan kontrak yang hendak mengadopsi UU Minerba yang baru a.l. masalah luasan lahan dan periode produksi.
"Secara dejure belum ada ketentuannya karena UU masih dalam pembahasan. Namun, daripada nanti harus mengamendemen kontrak lagi, kita coba ajukan penyesuaian sejak sekarang," katanya.
Terkait dengan sistem perpajakan yang dianut dalam KK, dia mengatakan semua sudah berbasis sistem prevailing, di mana besaran pajak akan berubah-ubah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Memang sedikit berbeda dengan Rio Tinto yang punya sistem pajak naildown. Tapi kalau pajak turun, Rio Tinto boleh turun. Kalau naik melebihi angka yang dipatok sekarang, dia tidak ikut naik. Sedangkan empat kontrak ini semua prevailing."
Gatot juga mengatakan setelah semua pembahasan terkait kontrak dengan pemerintah tuntas, KK juga harus mendapat persetujuan dari DPR yang mungkin akan tuntas setelah RUU Minerba diundangkan. Namun, dia tidak bisa memastikan kapan kontrak tersebut bisa diterapkan.
"Sebetulnya kontrak sudah harus masuk sebelum UU Minerba tuntas. Tapi kapan diselesaikan pembahasannya, itu sangat bergantung pada DPR," katanya.
sumber: