Kenaikan Harga Batubara Mendongkrak Laba BUMI

JAKARTA. Harga batubara terus melambung di pasar internasional. Dari awal tahun, harga batubara di pasar spot batubara McCloskey Newcastle terus menanjak. Akhir pekan lalu, harga batubara berada di posisi US$ 67,75 per ton. Sebelumnya, ia mencapai level tertinggi pada 3 Agustus 2007 di harga US$ 71,85 per ton. Padahal, di awal 2007, harga batubara masih berada di posisi US$ 51,56 per ton.

Sebagai pemasok batubara ketiga terbesar di Asia, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) tentu saja kecipratan untung besar. Apalagi, BUMI berencana untuk menaikkan target penjualan batubara tahun ini menjadi 58 juta ton, dari sekitar 50 juta ton di tahun lalu.

Dileep Srivastava, Senior Vice President Investor Relations BUMI, mengatakan bahwa volume penjualan batubara selama semester pertama tahun ini tumbuh 23% menjadi 28,34 juta ton, dari 23,16 juta ton pada periode sama 2006. Artinya, volume penjualan BUMI pada paruh pertama sudah lebih dari setengah total target volume penjualan tahun ini.

Melihat gelagat itu, BUMI sepertinya akan melewati target volume penjualannya tahun ini. Soalnya, secara historis, permintaan batubara biasanya mengalami peningkatan setiap kali memasuki musin dingin di kuartal keempat.

Khusus tahun ini, permintaan barubara sepertinya akan semakin kuat. Sebab, menurut Kepala Riset BNI Securities Norico Gaman, batubara kini menjadi primadona di tengah melonjaknya harga minyak dunia. "Batubara menjadi alternatif energi yang lebih murah dibandingkan dengan minyak," ujarnya.

Dengan mempertimbangkan semua faktor itu, Kepala Riset BNP Paribas Ferry Wong meyakini, harga batubara akan bertahan di posisi US$ 70 per ton hingga akhir tahun.

Norico menghitung, pendapatan BUMI tahun ini akan mencapai US$ 2,13 miliar, tumbuh 15,02% dari pendapatan tahun lalu yang sebesar US$ 1,85 miliar. Ujungnya, laba bersih BUMI akan meningkat 74,99% menjadi US$ 389 juta, dari US$ 222,3 juta di tahun lalu.

Prospek yang cemerlang itu menjadi alasan bagi investor untuk memburu saham BUMI. Para analis pun masih merekomendasikan beli untuk saham ini. Apalagi, BUMI memiliki rencana untuk melakukan diversifikasi usaha ke tambang emas dan tembaga.

Untuk melancarkan niatnya itu, BUMI akan menerbitkan obligasi konversi senilai US$ 150 juta. Menurut Norico, strategi mencari pendanaan lewat penerbitan obligasi konversi ini berpengaruh baik pada struktur keuangan BUMI. Sebab, "BUMI tidak punya kewajiban membayar kupon," terangnya.

BUMI akan memakai sebagian dana hasil penerbitan obligasi konversi itu untuk membiayai aktivitas pra-penambangan serta eksplorasi emas dan tembaga di Gorontalo Mineral dan Citra Palu di Sulawesi.

Perkembangan yang terbaru, BUMI bersama Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat akan membeli 7% saham tambang emas Newmont di daerah ini. Tapi, kedua analis menilai, kepemilikan yang kecil itu tak akan banyak memberikan sumbangan bagi kinerja BUMI.

Di luar itu, BUMI akan memakai sebagian dana hasil penerbitan obligasi untuk membiayai pengeboran dan eksplorasi di wilayah konsesi minyak dan gas bumi dari Gallo Oil.

Hingga akhir tahun ini, Norico memperkirakan harga saham BUMI akan mencapai Rp 3.500 per saham. Artinya, masih ada potensi kenaikan 3,7% dari harga Rp 3.375 per saham pada penutupan perdagangan kemarin.

Sementara, target harga yang dipatok Ferry, sebesar Rp 3.300 per saham, telah terlewati. Meski belum mematok target harga baru, dia tetap merekomendasikan beli saham ini.

Magdalena Sihite

Prospek ekspansi ke bisnis emas dan tembaga

sumber: