Kemelut Pascapemekaran
Kompas, 6 Maret 2004
Dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Pemilu 1999 di Irian Jaya Barat (Irjabar) Golkar mengumpulkan 42,3 persen suara, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) 33,2 persen, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 4,9 persen. Gebyar reformasi tidak mengurangi dominasi Golkar di Irjabar walaupun perolehan suaranya turun drastis dari 86 persen pada Pemilu 1997. Sebaliknya, perolehan suara PDI-P justru melonjak dari Pemilu 1997 yang cuma 7,1 persen.
Seperti banyak kawasan timur
Namun, untuk menghadapi Pemilu 2004, Partai Golkar bakal mengalami hambatan berat. Sebab, peta kekuatan kali ini bakal ditentukan oleh sikap partai politik (parpol) atas pemekaran Irjabar.
Repotnya, Partai Golkar adalah partai penentang pemekaran. Sikap Partai Golkar bukan cuma bertentangan dengan PDI-P, tetapi juga dengan pejabat Gubernur Irjabar Abraham Octovianus Atururi. Bahkan, dalam satu kesempatan Atururi menyatakan, rakyat tidak boleh memilih calon anggota legislatif (caleg) dan parpol yang tidak mendukung pemekaran. Pernyataan Atururi lantas menjadi tolok ukur kemenangan partai di daerah itu.
Sejak provinsi ini dideklarasikan 6 Februari 2003 oleh Atururi, elite politik, pejabat Papua, dan masyarakat memang terpecah menjadi dua, yang mendukung dan menolak pemekaran. Partai Golkar kebetulan menjadi satu-satunya partai yang menolak pemekaran Irjabar.
Namun, Partai Golkar masih memiliki sejumlah perangkat kerja, fasilitas, sarana, kader, dan infrastruktur yang cukup lengkap. Selain itu, sejumlah bupati dan wali
Kader Partai Golkar di Provinsi Papua memang paling keras menolak pemekaran Irjabar. Misalnya, Gubernur Papua JP Solossa dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Papua John Ibo. "Sikap Partai Golkar tetap satu dan bulat, yakni menolak pemekaran Provinsi Irjabar sampai ada tanggapan positif dari pemerintah pusat. Pemekaran itu harus dibatalkan dan Undang-Undang (UU) Otonomi Khusus harus berlaku di seluruh Papua," ujar John Ibo.
Pemerintah pusat sebenarnya mendukung kehadiran Provinsi Irjabar sebagai upaya "menggembosi" kekuatan aspirasi kemerdekaan Papua.
Tuduhan itu dibantah oleh para penentang pemekaran. Tidak ada niat Partai Golkar memerdekakan Papua. Mereka semata-mata ingin agar otonomi khusus Papua diberlakukan. Kalaupun akan ada pemekaran, harus dilakukan sesuai dengan UU Otonomi Khusus Papua.
Meskipun PDI-P di Provinsi Papua tidak menunjukkan sikap tegas mendukung pemekaran Irjabar, secara diam-diam mereka menunjukkan sikap positif, yakni tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang membingungkan masyarakat.
Untuk melawan tuduhan itu, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Irjabar menggugat ke Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi, gugatannya dikalahkan.
Sebaliknya Atururi dalam berbagai kesempatan kepada publik Irjabar menegaskan, setiap tokoh, elite politik, dan pejabat pemerintahan yang menolak pemekaran Irjabar tidak mendapat tempat di hati masyarakat Irjabar, termasuk parpol.
Atururi mengingatkan Sekretariat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Irjabar agar mewaspadai caleg yang tidak mendukung pemekaran Irjabar. Bahkan, di pusat Kota Manokwari dipajang spanduk bertuliskan, "Rakyat Manokwari menolak caleg yang menghambat pemekaran Irjabar karena itu mereka tidak diterima sebagai caleg DPRD Irjabar". Spanduk ini menimbulkan polemik di kalangan pejabat Provinsi Papua.
Meskipun demikian, hampir semua partai telah memiliki kantor DPD dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) di Manokwari sejak November-Desember 2003. Ini terjadi setelah KPU Pusat resmi membentuk Sekretariat KPU di Irjabar dan menyatakan provinsi itu mengikuti Pemilu 2004. DPD Partai Golkar pun terbentuk dengan Ketua Daud Mandowen, yang juga Ketua DPRD Manokwari.
Repotnya, KPU pusat menyerahkan tugas penyelenggaraan pemilu di Irjabar kepada KPU Provinsi Papua. Yang ada di Irjabar sebenarnya cuma Sekretariat KPU. Namun, KPU pusat memberikan sejumlah kewenangan kepada Sekretariat KPU di Irjabar. Kewenangan itu dinilai KPU Papua sebagai pelanggaran atas kewenangan KPU Papua.
Akhirnya, melalui rapat pleno KPU Papua, mereka menyerahkan tugas penyelenggaraan pemilu di Irjabar sepenuhnya kepada KPU Pusat sejak Desember 2003. Akibatnya, kini Irjabar tidak memiliki KPU daerah. Semua persiapan pemilu, termasuk verifikasi caleg, telah dilakukan sekretariat KPU setempat. Hal ini sebenarnya bertentangan dengan UU Pemilu yang menghendaki persiapan pemilu, termasuk proses verifikasi caleg, dilakukan KPU. Namun, apa mau dikata, itu yang terjadi.
KISRUH yang muncul akibat pemekaran ini membuat peta politik di Irjabar diduga bakal berubah total. PDI-P yang menjadi motivator dan penggerak pemekaran Irjabar dipastikan akan memenangi pemilu.
Sejumlah pejabat daerah yang tadinya dilahirkan Partai Golkar membelot dan bergabung dengan PDI-P. Ketua Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Raja Ampat Abner Kaisiepo, misalnya, mengatakan, andil PDI-P dalam mempercepat pemekaran Irjabar sangat besar.
Abner, yang juga saudara sepupu Menteri Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia Manuel Kaisiepo menilai pemekaran provinsi harus dilakukan untuk memperbaiki kesejahteraan orang Papua. Menurut Abner, perolehan suara Partai Golkar dalam Pemilu 2004 di Irjabar akan merosot. Hal ini terkait dengan penolakan DPD Partai Golkar terhadap konsep pemekaran Provinsi Papua.
Namun, menurut Sekretaris DPD Partai Golkar Papua Paskalis Kossay, DPD dan DPC Partai Golkar telah hadir di Irjabar. Partai Golkar ingin membuktikan pernyataan pejabat daerah Irjabar bahwa seluruh rakyat Irjabar mendukung pemekaran.
Desakan pejabat Gubernur Irjabar agar caleg yang menolak pemekaran dicoret, menurut Paskalis, sangat disesalkan. Mestinya, KPU bersikap netral dan tidak memaksakan kehendak kepada rakyat. Sebab, tidak semua rakyat Irjabar mendukung pemekaran. Provinsi itu hadir atas keinginan pemerintah pusat dan elite politik lokal yang ingin mencari kedudukan.
"Kita lihat di lapangan nanti. Kalau Golkar menang, berarti sebagian besar rakyat Irjabar tidak mendukung pemekaran. Kebijakan Golkar jelas, dari pusat sampai ke DPD dan DPC di Irjabar, yakni menolak pemekaran," kata Paskalis lagi.
PPP, yang dalam beberapa kali pemilu di Irjabar menempati posisi ketiga, tampaknya tidak mau terlibat dalam kemelut walaupun posisinya mendukung pemekaran. PPP kini berupaya memanfaatkan momentum untuk menarik sejumlah warga, terutama para pendatang, di daerah itu.
Umumnya, partai-partai di luar Golkar memang mendukung pemekaran. Namun, mereka tidak membuat pernyataan politik mengingat sikap Pemerintah Provinsi Papua, seperti Gubernur JP Solossa, sendiri yang belum mengakui provinsi itu.
Dengan polemik pemekaran provinsi yang belum juga tuntas itu, tampaknya rakyatlah yang kelak akan menentukan sikap atas pemekaran Irjabar. Pemilu 2004 bagi warga Irjabar bukan cuma untuk memilih wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat, DPRD, dan Dewan Perwakilan Daerah serta presiden, tetapi juga menentukan identitas dan eksistensi wilayah mereka. Tampaknya, ini pemilu paling pelik buat mereka.