Kekayaan Mineral Tidak Merata

Indonesia dikenal memiliki kekayaan mineral dan batubara yang cukup besar. Namun demikian kekayaan tersebut tidak tersebar secara merata di seluruh kepulauan Indonesia. Ada daerah yang sangat kaya dengan batubara, seperti Sumatera Selatan, kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah. Ada yang kaya dengan kekayaan emas, tembaga, nikel, dll (Gambar 1). 

 

\"

Gambar 1. Jalur Mineral Logam Indonesia

Kekayaan tersebut di olah dan diupayakan oleh pengusaha tambang. Manfaatnya antara lain dari royalti dan pajak-pajak terkait, selain manfaat langsung atau tidak langsung lainnya. Manfaat langsung bagi daewrah misalnya dengan kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh tambang tersebut, sedangkan manfaat tidak langsung misalnya dengan munculnya kesempatan kerja dan usaha baru di daerah yang bersangkutan.

Permasalahannya seperti telah disebutkan tadi, adalah kekayaan tersebut memang tidak tersebar secara merata. Pemerintah berkewajiban untuk meratakan kepada seluruh wilayah lainnya. Wilayah yang kaya sumberdaya alam dengan sendirinya akan menyumbang pajak dan royalti yang besar, dan  ini untuk disalurkan kepada daerah lain yang kurang beruntung dengan wilayah yang miskin atau sedikit sumberdaya alam mineral tersebut. Ini adalah konsep dasar bagaimana pembangunan secara merata tersebut dijalankan. Dengan demikian tidak perlu ada ego-sektoral ataupun ego-daerah, karena kesemuanya itu untuk keutuhan NKRI. Ini adalah persepsi utamanya, kalau dalam perjalanannya ada masalah penyaluran terhadap hak-hak daerah atas kekayaan alam tersebut, maka itu adalah persoalan teknis yang harus dicarikan jalan keluar dan di buat agar se-fleksibel mungkin. Sebagaimana diketahui, wilayah penghasil memang memiliki hak yang lebih dibandingkan dengan wilayah yang tidak menghasilkan. Misalnya untuk royalti batubara, dari besaran royalti batubara tersebut 80% untuk daerah dan hanya 20% untuk pusat. Besaran 80% untuk daerah tersebut itu dibagi menjadi 16% untuk propinsi dan 64% untuk kabupaten/kota dalam propinsi tersebut. Besaran 64% dalam kabupaten/kota tersebut dibagi lagi menjadi 32% untuk kabupaten/kota penghasil dan 32% lainnya untuk kabupaten/kota yang bukan penghasil dalam propinsi yang bersangkutan tersebut. Kemana besaran 20% bagian pemerintah pusat? Itu digunakan untuk berbagai kebutuhan, termasuk kontribusi terhadap wilayah lainnya di Indonesia yang kurang memiliki kekayaan alam tersebut.

Fenomena Pemekaran Wilayah

Sebelum tahun 1999, Indonesia memiliki 27 propinsi. Pada tahun 1999, Timor Timur memisahkan diri dari Indonesia dan berada di bawah pengawasan PBB hingga merdeka penuh tahun 2002, dan Indonesia memiliki 26 Propinsi dengan sekitar 200-an kabupaten. Sementara itu pada era reformasi terdapat tuntutan pemekaran sejumlah propinsi di Indonesia. 

Pemekaran wilayah atau pembentukan daerah otonom  baru semakin marak sejak disahkannya UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudiandirevisi menjadi UU No 32 tahun 2004. Hingga Desember 2008, telah terbentuk 215 daerah otonom baru yang terdiri dari 7 ptopinsi, 173 kabupaten dan 35 kota. Sehingga jumlah keseluruhan mencapai 524 daerah otonom yang terdidi dari 33 propinsi, 398 kabupaten dan 93 kota.

Secara haiki semangat pemekaran daerah tersebut seharusnya berlandaskan kepada orientasi kemajuan masyarakat untuk menikmati hak-hak dasarnya, seperti yang tertuang di dalam UUD 1945, seperti hak pendidikan, kesehatan, lingkungan, jaminan sosial, dll. Di dalam kontek ini, pemekaran wilayah banyak disorot karena banyak yang tidak berhasil. Para penguasa daerah baru yang seharusnya berkreasi untuk kemajuan masyarakat banyak yang kurang berhasil dan banyak yang terjebak pada kepentingan sesaat bahkan menjadi sebuah perdebatan apakah pemekaran ini menghasilkan efisiensi dan kemajuan atau hanya pemborosan baru?  Sumberdaya alam khususnya mineral dan batubara kembali jadi andalan. Hasilnya lebih dari 3000-an Kuasa Pertambangan baru yang dilahirkan selama periode ini, namun sayang banyak diantaranya yang tidak sesuai dengan praktek pertambangan yang baik dan benar. 

Ditengah pertanyaan tentang efektifitas dan efisiensi pemekaran wilayah tersebut, terdapat sejumlah wilayah yang berhasil untuk mengembangkan sumberdaya dan kreatifitas disesuaikan dengan kondisi setempat. Laporan Tempo edisi 17-23 Desember 2009, menyebutkan setidaknya ada 9 wilayah yang dianggap berhasil untuk mendorong kemajuan pada era otonomi daerah ini. Kota Solo menjadi rumah paling aman bagi pedagang kecil, Kabupaten Purbalingga mnyediakan akses pangan warga miskin, Kota Yogyakarta memberikan pelayanan kesehatan yang cepat dan murah, Kabupaten Banyuasin menyelenggarakan pendidikan gratis dari tingkat dasar sampai perguruann tinggi.Juga capaian-capaian lainnya pada Kota bau-bau, Kabupaten Kebumen, Kota Blitar, Kabupaten Lebak dan Kabupaten Jember.

edpraso\"Cool\" 

 

sumber: