Industri pelayaran butuh kontrak jangka panjang

JAKARTA: Menneg BUMN dan Menteri ESDM dinilai belum mendukung penuh Inpres No. 5/2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional, karena hingga kini belum membuat keputusan soal kontrak angkutan jangka panjang dengan perusahaan pelayaran.

Ketua Umum DPP Indonesian Mooring Master and Pilot Association (IMMARPA) Capten Nasdion Agus mengatakan Menneg BUMN dan Menteri ESDM termasuk pejabat yang diamanatkan mendukung Inpres No. 5/2005.

"Semua kontrak jangka panjang harus dilakukan melalui Kantor Menneg BUMN dan Departemen ESDM, sebab mayoritas pangsa muatan kapal ada di lingkungan instansi tersebut," katanya kepada Bisnis, pekan lalu.

Dia mengatakan kedua menteri tersebut seharusnya mewajibkan semua perusahaan di lingkungannya agar menggunakan sistem free on board (FOB) dalam kontrak impor sehingga muatan bisa diangkut dengan kapal berbendera Indonesia. Demikian juga kontrak ekspor harus menggunakan cost, insurance, and freight (CIF).

Selama ini, dunia usaha cenderung menggunakan CIF untuk impor dan FOB untuk ekspor, sehingga eksportir ataupun importir banyak menggunakan pelayaran asing. "Masalah ini sudah ditegaskan dalam Inpres tersebut, tapi dalam pelaksanaannya mungkin saja pura-pura tidak mengerti," tandasnya.

Jaminan muatan

Menurut Nasdion, jaminan muatan merupakan awal dari bisnis perkapalan dan pelayaran. "Jika tidak ada muatan tidak mungkin ada freight, tidak ada freight tidak bisa membayar operasional kapal dan cicilan bank. Jadi , bank akan memberi kredit kepada perusahaan pelayaran jika ada kontrak angkut jangka panjang."

Nasdion mengatakan kontrak jangka panjang tersebut hanya bisa dibuat oleh pemerintah melalui BUMN dan Badan Pengelola Migas karena mayoritas muatan kapal dikuasai oleh lembaga tersebut.

Dia mengatakan Menneg BUMN seharusnya mewajibkan BUMN melakukan kontrak jangka panjang dengan perusahaan pelayaran menggunakan kapal berbendera Merah Putih untuk ekspor dan impor.

Menteri ESDM juga mewajibkan BP Migas melakukan kontrak jangka panjang dengan perusahaan pelayaran nasional. "Jadi sebetulnya yang diamanatkan oleh Inpres No. 5/2005 kepada Menteri ESDM bukan hanya soal jaminan penyedian BBM, tapi juga perusahaan di bidang ESDM dalam kegiatan impor, ekspor maupun angkutan domestik," kata Nasdion.

Inpres itu menginstruksikan 13 menteri, para gubernur, bupati dan wali kota seluruh Indonesia untuk mendukung pemberdayaan industri pelayaran nasional.

Namun hingga kini, menurut dia, belum semua menteri dan gubernur, bupati dan wali kota mematuhi Inpres tersebut.

Setelah lebih dua tahun Inpres itu ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kontrak angkutan jangka panjang baru disepakati antara Dewan Pemakai Jasa Angkutan Laut Indonesia (Depalindo) dan Indonesian National Shipowners\' Association (INSA) pertengahan tahun lalu.

sumber: