Indonesian Coal Index jadi pedoman harga RKAB 2009

JAKARTA: Pemerintah telah menetapkan Indonesian Coal Index (ICI) sebagai pedoman harga untuk penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) 2009 yang akan berpengaruh pada proyeksi penerimaan dalam APBN dari tambang batu bara.

Ketetapan pemerintah itu berdasarkan surat yang sudah dikirimkan pemerintah kepada produsen batu bara yang terdata oleh pemerintah pada 23 Juni lalu. RKAP terkait dengan penerimaan dari komoditas batu bara kemungkinan akan disusun mulai November.

Dirjen Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi Departemen ESDM Bambang Setiawan mengatakan pemerintah akan menjadikan ICI sebagai pedoman harga dalam RKAB. Selama ini, katanya, pemerintah selalu mengacu pada indeks harga yang terbentuk di luar negeri, seperti Barlow Jonker dan lainya.

"Kami memang ingin ICI itu digunakan sebagai patokan tunggal untuk harga batu bara Indonesia. Dengan adanya indeks itu, pemerintah punya acuan dalam memantau penerimaan dari sektor ini," katanya kemarin.

Namun, Bambang mengatakan pemerintah menginginkan harga akhir yang lebih mendekati kenyataan. Pemerintah akan mengevaluasi dan memberikan masukan mengenai metode dan juga komposisi panel yang ada saat ini.

"Dari komposisi mungkin perlu ada penambahan, di bagian mana yang akan ditambah itu akan kami bicarakan. Tujuannya bagaimana harga yang ditetapkan menjadi lebih baik dan riil sehingga kredibilitasnya tidak lagi dipertanyakan."

Sementara itu, mengenai peraturan menteri terkait dengan pedoman harga batu bara untuk keperluan domestik, dia menjelaskan pemerintah akan menerbitkan dua peraturan menteri (permen) terkait dengan hal itu. Permen pertama akan berisi formula harga batu bara dan kedua adalah mengenai besaran kewajiban pasok domestik masing-masing produsen.

Masih dibahas

Menurut dia, ICI tetap menjadi pedoman utama dalam menetapkan formula harga batu bara untuk pasar domestik. Namun, tuturnya,
parameter formula harga tersebut hingga kini masih dalam pembahasan.

"Ada yang minta 70% terhadap ICI, atau mungkin lebih kecil. Tapi sebenarnya tidak semudah itu karena ada
parameter pembentuk harga lainnya. Yang jelas, formula harus ada dasarnya dan tidak sekadar mengandalkan kekuasaan," katanya.

Bambang juga mengatakan setiap perusahaan akan dikenakan besaran kewajiban pasok secara proporsional di antara para produsen untuk memenuhi 100% kebutuhan domestik. Walaupun satu perusahaan tidak memproduksi batu bara sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan domestik, perusahaan tersebut tetap dikenakan wajib pasok.

"Mereka bisa menjual batu bara dengan spesifikasi yang tidak dibutuhkan untuk kemudian membeli batu bara lain yang dibutuhkan untuk dijual kembali kepada konsumen yang membutuhkan jenis batu bara tersebut. Jadi kewajiban DMO tetap melekat."

Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu bara dan Mineral Bambang Gatot Ariyono menambahkan pemerintah sedang berbicara dengan asosiasi pengusaha batu bara mengenai inventarisasi produksi yang akan menentukan persentase kewajiban setiap perusahaan. Mengenai harga, pemerintah juga sudah menunjuk konsultan untuk membuat formula harga komoditas tersebut.

"Formula ini yang masih agak sulit karena di satu sisi pemerintah harus mendukung PLN dengan harga ekspor terendah sedangkan APBN menuntut bagian yang optimal dari batu bara," katanya. (rudi.ariffianto@bisnis.co.id)

Oleh Rudi Ariffianto
Bisnis Indonesia

sumber: