Energi alternatif dan kemauan politik pemerintah
Energi alternatif dan kemauan politik pemerintah
Bisnis, 27 Juni 2005
Krisis bahan bakar minyak (BBM) kini sedang mengancam
Untuk menekan pertumbuhan konsumsi BBM domestik, salah satu cara yang bisa ditempuh membuat regulasi tentang penghematan energi nasional dan pengembangan energi alternatif.
Di Indonesia, sumber utama energi di dalam negeri melulu masih bertumpu kepada jenis bahan bakar minyak, padahal banyak sumber energi alternatif lainnya yang dapat dimanfaatkan bahkan bisa mampu menggantikan peran energi fosil tersebut.
Kementerian Riset dan Teknologi dan beberapa lembaga pemerintah non departemen di bawahnya salah satunya adalah Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi (BPPT) telah lama mengembangkan berbagai teknologi yang mampu mensubstitusi BBM.
Beberapa sumber energi yang dapat dipergunakan di antaranya adalah penggunaan bahan bakar batu bara, gas, energi angin, energi surya, panas bumi, biofuel termasuk di dalamnya biodiesel, bio etanol dan bio oil. Energi lainnya yaitu energi arus laut, fuel cell dan energi nuklir juga telah dikembangkan.
Direktur Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pengembangan Sumberdaya
Energi BPPT Unggul Priyanto mengatakan
Sementara Rusia dan Inggris telah memanfaatkan gas sebagai energi nasional
hingga 60%, sedangkan Afrika 90% kebutuhan energi dipenuhi dari batu bara. Hal
yang sama juga dilakukan oleh
Untuk mengantisipasi kelangkaan bahan bakar minyak yang diyakini dapat mengganggu kinerja perekonomian nasional, maka sudah saatnya pemerintah membuat satu kebijakan yang mendorong penggunaan sumber energi alternatif.
Hilangkan subsidi
Menristek pada awal tahun ini, pernah mengungkapkan agar pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah atau aturan yang bersifat mengikat, yang intinya mengatur tentang penggunaan biodiesel dan bioetanol sebagai bahan bakar substitusi selain BBM
Kusmayanto Kadiman mengatakan PP atau kebijakan lainnya seperti Keppres yang dapat meningkatkan kemauan konsumen untuk menggunakannya sehingga membuka peluang usaha baru bagi industri berskala kecil dan menengah.
Selain permasalah tidak adanya regulasi yang mendukung, faktor lainnya yang ikut mempengaruhi lambatnya penggunaan energi alternatif adalah pemberian subsidi pada bahan bakar minyak sehingga menyebabkan sumber energi alternatif menjadi mahal.
Menurut Unggul, pemerintah harus segera menghapus subsidi itu, agar sumber energi alternatif lain dapat optimal dimanfaatkan. Pahit memang. Namun alangkah bijaknya jika penghapusan subsidi itu kemudian dapat dialokasikan untuk pengembangan energi alternatif sehingga membawa keuntungan bagi semua pihak.
Soni Solistia Wirawan, Kepala Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi BPPT, yang ikut mengembangkan biodiesel yang berasal dari kelapa sawit menyatakan bahwa harga bahan bakar itu tidak dapat bersaing karena memang harga jualnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan solar.
Harga biodiesel tersebut mencapai lebih dari Rp4.000 per liter, bandingkan dengan solar yang saat ini mencapai Rp2.700 per liter. Akibatnya biodiesel tidak banyak diminati masyarakat, padahal posisi biodiesel dapat mensubstitusi bahan bakar itu.
Soni menerangkan kebutuhan minyak solar di Indonesia saat ini berkisar 25 juta kilo liter per tahun di mana 30% di antaranya dipenuhi dari impor. Padahal kemampuan produksi CPO nasional mencapai 9 juta ton per tahun.
Dia mengatakan selain minyak sawit, sedikitnya ada 40 jenis minyak lain,
yang dapat dimanfaatkan untuk sumber bahan
Bioetanol yang dipergunakan untuk sumber bahan bakar populer dengan sebutan gasohol. Bioetanol fuel grade (FGE) berasal dari berbagai pati tanaman di antaranya ubi kayu, ubi jalar, jagung, sagu.
Untuk saat ini, teknologi yang diperkenalkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) adalah penggunaan campuran antara bioetanol dan premium. Untuk menghasilkan 1 liter gasohol masih menggunakan campuran premium 80% dan 20% etanol, atau 90% premium dan 10% etanol.
Peneliti Balai Besar Teknologi Pati BPPT Sigit Setiadi mengatakan untuk menghasilkan 1 liter etanol dibutuhkan sekitar 6,5 kg ubi kayu dengan harga jual sekitar Rp2.600 hingga Rp2.900 per liter.
Sedangkan biodiesel merupakan bahan bakar substitusi yang berasal dari crude palm oil, untuk menghasilkan 1 liter bahan bakar itu dibutuhkan sekitar 1 kg CPO.
Sama halnya dengan bioetanol, penggunaan biodiesel untuk bahan bakar substitusi juga harus dicampur, yaitu 10% hingga 30% biodiesel dan 70% hingga 90% solar.
Kusmayanto menjelaskan kalau dilihat dari tingkat harga yang dipasarkan, kedua sumber bahan bakar ini memang masih mahal dibandingkan bahan bakar minyak. Tidak hanya karena perlakuan subsidi, tetapi juga didorong masih dipergunakannya bahan bakar minyak sebagai campuran olahannya.
Technical Manager Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi BPPT Makmuri Nuramin mengatakan masih digunakannya bahan campuran BBM dalam rangka untuk mencapai nilai ekonomis produk itu.
Biodiesel yang menggunakan 100% CPO memang sudah dihasilkan di beberapa negara maju salah satunya Amerika Serikat, hanya saja harga bahan bakar tersebut per liternya mencapai Rp4.000, bandingkan jika menggunakan campuran hanya Rp1.900 per liter.
Dia mengatakan kalau ada regulasi dari pemerintah untuk menggunakan bahan bakar tersebut, dengan persentase yang tidak terlalu besar maka pada 2010 Indonesia dapat menghemat penggunaan BBM sebanyak 1,3 juta kilo liter atau 2% dari 65 juta kilo liter.
Berdasarkan data BPPT disebutkan apabila gasohol dengan kadar bioetanol 10% diterima sebagai bahan bakar substitusi, maka impor minyak olahan untuk premium akan berkurang penghematan devisa bisa US$78 juta per tahun.
Impor bahan aditif methyl tertiary buthyl ether (MTBE) akan berkurang, karena angka oktan etanol sangat ramah lingkungan, dan penghematan devisa bisa mencapai US$92 juta
Batu bara dan gas
Menurut Unggul, energi yang dapat dengan cepat menggantikan posisi bahan bakar minyak adalah batu bara dan gas, karena kedua sumber bahan bakar ini memiliki kemiripan fungsi dengan minyak bumi.
Namun, tidak serta merta dua bahan bakar itu dapat langsung dimanfaatkan.Gas alam, misalnya, membutuhkan sarana pendistribusian yaitu pipa gas, dan itu baru dibangun di beberapa lokasi saja, belum lagi keterikatan kontrak dengan pihak asing itu juga menjadi satu persoalan.
Sementara untuk batu bara hanya dapat dimanfaatkan untuk industri saja,
karena penggunaanya yang sulit sehingga tidak ideal untuk dimanfaatkan bagi
rumah tangga. Sedangkan memanfaatkan energi bio
Jadi yang jelas, sangat banyak energi alternatif yang tersedia di dalam
negeri untuk menggantikan peran minyak bumi. Dan hampir semuanya sumber energi
tadi telah diteliti oleh para ilmuwan