Efek Domino Krisis Global Sedang Melanda (2) : Faktor China Pada Komoditi Perlu Perhatian
Efek finansial krisis dari Amerika Serikat seperti ledakan tsunami yang terasa dampaknya oleh seluruh dunia, baik dampak besar maupun kecil. Tindakan cepat dari Amerika Serikat dengan mengeluarkan kebijakan Bailout walaupun sempat mendapat tentangan keras dari DPR Amerika Serikat sebesar USD700 miliar, diikuti oleh gerakan serupa dari negara Uni Eropa, untuk pengambilalihan sejumlah perusahaan dan bank yang bangkrut atau terbelit masalah menjadi milik negara, telah menurunkan tingkat kepanikan. Sekalipun demikian, hal ini tetap ditandai dengan anjloknya bursa saham di seluruh dunia dengan sangat drastis. Hal ini seolah-oleh sebuah paradoks dari sistem kapitalisme yang liberal selama ini. Ada juga yang mengatakan inilah dampak atau buah pahit globalisasi.
Kesimpulan dari pertemuan World Economic Forum di Tianjin-China, September 2008, mengatakan bahwa krisi besar terjadi akibat absennya governance dalam sistem keuangan. Lebih tajam lagi, perdana menteri Australia Kevin Ruud mengatakan bahwa Amerika Serikat, dalam hal ini Wall Street telah gagal total menerapkan corporate governance. Saat ini para eksekutif lembaga investasi dunia yang menyebabkan krisis besar ini menjadi sasaran kritik karena berlomba-lomba mengejar bonus dan memperkaya diri, sehingga tidak hati-hati dalam manajemen resiko yang akan mengakibatkankerugian pada investasi itu sendiri.
Faktor China
Ketika krisis mulai terjadi, semula diduga China akan menjadi bantalan yang cukup kuat karena perannya yang cukup dominan dalam perekonomian global. Tapi ternyata tidak cukup kuat, semua negara terkena dampak, termasuk China. Sementara Indonesia agak bernafas lega, karena walaupun juga terpengaruh, namun tidak terlalu terasa seperti krisis ekonomi Asia tahun 1997-1998 lalu. Perlu dicermati tentang faktor China ini, selama ini pertumbuhan ekonomi China dimotori oleh ekspor. Pelemahan  ekonomi dunia ini akan mengakibatkan turunnya permintaan ekspor, dan akhirnya akan terjadi pengurangan permintaan bahan baku, dan komoditas lainnya dari negara penyedia bahan baku, diantaranya Indonesia.
Selama ini faktor China yang menjadi salah satu pendorong meroketnya harga komoditi pertambangan, akibat besarnya permintaan bahan baku di negeri tersebut. Selama sepekan ini dari pasar komiditi tambang masih berfluktuasi turun-naik, namun agak cenderung menurun. Tidak menurun tajamnya komoditi tersebut, disamping memang cadangan dan kemampuan suplai yang terbatas,juga karena sebagain komoditi tambang dijual dengan kontrak jangka panjang (oleh: Edpraso).
sumber: