Akankah Harga Komoditi naik Kembali Setelah Ekonomi Global Pulih ? (1)

Ketika harga komoditi hancur pada kuartal ketiga tahun 2008, prospek harga-harga ini lalu diperdebatkan. Pada satu sisi,  nampak kuatnya kecenderungan kurva naik  pada nilai harga-harga pada komoditi utama dalam beberapa tahun ke-depan. Konstelasi ini sejalan dengan pandangan yang mengatakan bahwa harga-harga tersebut akan kembali ke posisi sebelumnya (rebound) apabila ekonomi global sudah kembali pulih. Hal ini disebabkan oleh munculnya kembali peningkatan permintaan khususnya dari dari negara-negara sedang berkembang.

Pada sisi yang lain, terdapat pandangan  berbeda bahwa harga-harga spot nampaknya masih tetap tertekan kebawah, akibat dari masih melemahnya permintaan dan meningkatnya inventory. Adanya kemungkinan maih ters berlanjutnya perlambatan ekonomi global maka nampaknya prospek harga komoditi untuk kembali normal (rebound) masih jauh dari yang diharapkan. hal ini mengingatkan kembali ketika pada waktu yang lalu pernah terjadi harga komoditi mengalami kemerosotan dalam jangka panjang setelah adanya "short boom". 

Untuk mengevaluasi kembali prospek harga komoditi, berikut ini disajikan analisis harga-harga di masa depan dan trend sebelumnya, serta membahas  bagaimana keterkaitan antara pertumbuhan global dengan permintaan komoditi dalam masa-masa ini. Juga bagaimana dampak recovery ekonomi serta kemungkinannya terhadap kembalinya harga komoditi.

Apakah Harga-harga Komoditi akan Terus Turun?

Berdasarkan pada horizon yang cukup panjang (gambar 1a dan 1b), harga-harga kebanyakan komoditi secara relatif memang cenderung menunjukan trend menurun, lepas dari proses manufaktur dan jasa. Kondisi ini di satu sisi merefleksikan hasil dari produktifitas komoditi yang tinggi dan bahwa komoditi tersebut dibutuhkan,  sumbangan mereka dalam total konsumsi menurun  apabila penghasilan naik. Dari gambaran ini, tingkat penurunan tiap komoditi berbeda-beda, tergantung pada berbagai macam faktor seperti besarnya cadangan komoditas tersebut khususnya untuk sumberdaya yang tidak terbarukan, struktur industri dan karakteristik spesifik dari permintaan. Dalam hal ini Minyak bumi adalah yang memiliki pengecualian utama dari aturan  penurunan - yang juga merefleksikan struktur suplai yang oligopolistik, cadangan yang terkonsentrasi dan karakteristik gaya hidup mewah (kepemilikan kendaraan bermotor sebagai kunci utama dari tingkat konsumsi minyak bumi).

Dalam gambar 1  di bawah juga menunjukan bahwa trend jangka panjang bukanlah acuan yang baik untuk pembandingan fluktuasi dalam jangka pendek. Rata-rata perubahan, sebagai misal, selalu berubah-ubah sedemikian rupa pada tiap dekade.  Komponen trend dalam harga-hrag komoditi bergeser tiap saat, yang merefleksikan perubahan di dalam faktor penentu harga-harga dalam jangka panjang tersebut, misalnya biaya rata-rata untuk pembukaan tambang baru.

Di dalam tabel 1 harga ke-depan (futures price volatility)  adalah diperkirakan  lebih rendah dari harga spot volatility khsusunya untuk empat komoditi - minyak mentah, aluminium, tembaga dan gandum.  Dalamperiodesatu tahun, sebagai contoh, perbandinan harga ke-depan dan spot antara 0,6 untuk gandum dan 0,9 untuk tembaga. Akan tetapi, meskipun menurun sesuai dengan tingkat kontrak ke-depan, rasio ini tetap tinggi. Bahkan untuk perioda 5 tahun, perubahan kedepan masih sekitar setengah dari harga spot. Dalam beberapa tahun terakhir harga ke-depan cenderung meningkat. Hasil ini menunjukkan bahwa fluktuasi dalam komponen trend menghubungkan dengan besarnya fluktuasi harga komoditi. Namun ini juga menyisakan sejumlah ketidakpastian.  (BERSAMBUNG)

 \"

Tabel 1. Harga Spot dan Perubahan Harga Ke-depan (Future)

 

\"
\" 
  
Gambar 1. Trend dan siklus harga komoditi (hasil pertanian dan makanan)
edpraso\"Cool\" (adaptasi tulissan berjudul "Will Commodity Prices rise Again When theGlobal Economy Recovers? dalam World Economic Outlook, April 2009) 

   
  

 

 

sumber: