’Pemerintah kurang paham bikin iklim investasi kondusif’

Sebuah seminar menilai penurunan investasi rata-rata 50% dalam tiga tahun terakhir terjadi akibat pemerintah kurang memahami penciptaan iklim penanaman modal yang kondusif.

Ketua Kadin Bidang Promosi Perdagangan, Pariwisata dan Investasi, Suryo B. Sulisto, menyebutkan beberapa kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah dengan tujuan membangkitkan dunia usaha, ternyata banyak salah sasaran.

Bahkan, menurut dia, ada sejumlah kebijakan yang justru membuat iklim investasi di Indonesia tidak kondusif.

"Contoh kebijakan yang tidak mendukung penciptaan iklim investasi tersebut adalah pemberlakuan Kepmenaker No. 150/2003 mengenai pengaturan perburuan secara berlebihan. Kepmen ini telah menimbulkan ketakutan di kalangan investor," ujarnya pada seminar Upaya menarik investasi ke Jateng dalam era otonomi di Semarang kemarin.

Seminar yang diselanggarakan BKPMD Jateng berkerja sama dengan Kadinda setempat ini dibagi dalam dua sesi.

Sesi pertama menampilkan pembicara Ketua BKPMD Jateng Yeru Salimianto, Suryo B. Sulisto dan Chairman Suara Merdeka Group, Budi Santoso.

Sedangkan pembicara pada sesi kedua adalah tiga duta besar negara sahabat yakni Edward Lee (Singapura), Lu Shumin (Cina) dan James Sinclair (Chile).

Kebijakan lain yang kurang mendukung penciptaan iklim investasi yang tidak kondusif, menurut Suryo, adalah kebijakan terkait fiskal. Misalnya, dia memberi contoh, pengenaan PPN pada komoditas yang bukan sasaran dan tarik-ulurnya pemberlakuan PPnBm di Batam.

"Kebijakan yang tidak pro-bisnis tadi mengakibatkan PMA/PMDN di Indonesia rata-rata turun 50% dalam tiga tahun terakhir. Kalau pada tahun 2000 total investasi yang masuk mencapai US$20 miliar. Sekarang tinggal sekitar US$10 miliar per tahun," paparnya.

Dia menambahkan penurunan serupa juga terjadi pada realisasi investasi.

Data Bappenas menyebutkan realisasi investasi pada 2000 untuk PMDN mencapai Rp94 triliun dan PMA sebesar US$16 miliar.

Realisasi investasi tahun berikutnya turun menjadi Rp58,8 triliun (PMDN) dan US$15 miliar (PMA).

Pada 2002 realisasi investasi menyusut menjadi Rp25,2 triliun (PMDN) dan US$9,8 miliar (PMA). Tahun lalu realisasi investasi merosot lagi menjadi Rp21 triliiun (PMDN) dan US$9,7 miliar (PMA).

Sementara data Badan Koordinasi Penanaman Modal menunjukkan sekalipun terjadi peningkatan persetujuan investasi asing langsung senilai US$13,2 miliar-naik dari US$9,79 miliar dari 2002-realisasi investasi sepanjang 2003 cuma US$4,97 miliar.

Terimbas ke daerah

Kondisi secara nasional, menurut Yeru Salimianto, juga berdampak ke Jateng.

Pada 2001, katanya, nilai PMA di provinsi ini mencapai US$96,681 juta. Pada 2002 menurun menjadi US$91,765 juta dan terus merosot menjadi US$57,124 juta tahun lalu.

"Tapi untuk PMDN justeru mengalami fluktuasi. Pada 2001 mencapai Rp2,912 triliun dan pada 2002 anjlog menjadi Rp1,541 triliun. Tapi pada 2003 naik lagi menjadi Rp3,6 triliun."

Untuk membangkitkan arus investasi ke Jateng, menurut dia, pemda setempat menawarkan insentif antara lain penyediaan kantor secara gratis selama enam bulan kepada para calon investor.

Pemilik Suara Merdeka Group menilai iklim investasi di Jateng sekarang lebih kondusif dibandingkan pada awal pelaksanaan otonomi daerah (2002/2003).

"Sekarang sudah tidak terlihat lagi raja-raja kecil seperti awal otonomi daerah. Malah mulai dari Guberrbur, Bupati hingga Camat berlomba-lomba mempromosikan daerah masing-masing kepada calon investor," tutur Budi.

Untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, Suryo menyarankan agar pemerintah melibatkan pengusaha dalam menyusun kebijakan.

Sebab, menurut dia, bagaimanapun kalangan pebisnis lebih tahu tentang problematika yang dihadapi dunia bisnis.

"Memang otoritas kebijakan ada di tangan pemerintah. Tapi pejabat jangan merasa serba bisa. Kalau sudah demikian, begini akhirnya. Investasi terus turun dan pemulihan ekonomi lamban," ujar Preskom PT Bumi Resources Tbk itu

sumber: