’Timah harus bayar pajak restrukturisasi’

JAKARTA (Bisnis): Manajemen PT Timah Tbk harus membayar pajak sebagai konsekuensi atas restrukturisasi anak perusahaan melalui pengalihan aset yang dilakukan 1998.

"Kalau memang itu konsekuensi dari restrukturisasi anak perusahaan, manajemen Timah harus membayar pajak itu," ujar Roes Aryawijaya, Deputi Menneg BUMN Bidang Pertambangan, Telekomunikasi, dan Industri Strategis kepada Bisnis akhir pekan lalu di kantornya.

Kendati begitu, tuturnya, pihak kantor menneg BUMN belum menerima informasi dari manajemen Timah seputar keharusan membayar pajak tahun ini jika BUMN itu belum merealisasikan secondary offering.

Sekretaris Perusahaan Timah Prasetyo B. Saksono mengatakan privatisasi Timah sudah dipegang oleh menteri keuangan dan diharapkan perseroan tidak membayar pajak atas restrukturisasi anak usaha.

Berdasarkan surat No. S-450/PJ.42/1998 pada 9 September 1998, dirjen pajak telah menyetujui penggunaan nilai buku atas pengalihan harta sehubungan dengan restrukturisasi usaha perseroan.

Surat itu mengatur beberapa ketentuan termasuk keharusan bagi perseroan untuk melaksanakan secondary offering atas saham yang dimiliki pemerintah selambat-lambatnya pada 9 September 1999.

Apabila sampai batas waktu yang telah ditentukan perseroan belum melaksanakan secondary offering, maka nilai pengalihan harta yang sebelumnya berdasarkan nilai buku itu akan dihitung kembali berdasarkan nilai pasar yang mungkin menimbulkan kewajiban perpajakan.

Terkait hal itu, Timah telah mendapatkan persetujuan penundaan secondary offering sebanyak tiga kali, terakhir berdasarkan surat Dirjen Pajak No. S-286/ PJ.42/ 2002 4 Juli 2002 yang memberikan penundaan hingga 9 September 2002.

Pada 23 September 2002, menneg BUMN selaku wakil pemegang saham pemerintah mengajukan surat permohonan penundaan untuk merealisasikan secondary offering atas nama perseroan kepada menteri keuangan.

Hingga 25 September 2003, Timah belum menerima keputusan atas permohonan penundaan tersebut dari menteri keuangan.

Pada 31 Desember 2002, perseroan tidak menyisihkan sehubungan dengan kewajiban kontijensi itu karena nilai wajar atas aktiva yang dialihkan itu tidak dapat dinilai secara andal.

Sementara Deputi Menneg BUMN Bidang Privatisasi dan Restrukturisasi Mahmuddin Yasin mengatakan sejauh ini direksi Timah belum membicarakan soal potensi pembayaran pajak itu.

"Saya kira soal prosedur teknis pembayaran pajak, Timah perlu berbicara dengan teman-teman di perpajakan," ujarnya.

Mengenai privatisasi 30% saham Timah, dia mengatakan pak menteri (Menneg BUMN Laksamana Sukardi) telah menyampaikan program privatisasi sejumlah BUMN termasuk Timah.

"Bila pekan ini belum dibahas dengan Komisi IX DPR, berarti privatisasi Timah bakal terealisasi tahun depan," ujarnya.

Sumber Bisnis mengatakan bila manajemen Timah harus membayar pajak tahun ini yang nilainya kurang dari Rp200 miliar, keuangan perusahaan itu langsung tertekan karenanya pajak yang harus dibayar jumlahnya cukup besar.

sumber: